
Ilustrasi TPA sampah. (Sumber foto: AI)
Polewali Mandar, mandarnews.com – Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang direhabilitasi menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Paku, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar, menuai sorotan karena dianggap terlalu dekat dengan pemukiman.
Demisioner Ketua Umum Aliansi Pemuda Pelajar Mahasiswa Polewali Mandar (APPM) Kota Parepare, Abdul Rahman, menyebut jika lokasi TPA saat ini tidak hanya menciderai aturan, tetapi juga berpotensi memicu persoalan kesehatan dan konflik sosial.
“Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah jelas mengatur jarak minimal TPA seribu meter dari pemukiman serta tidak boleh berada di atas lahan produktif. Tapi, fakta di lapangan berbeda,” ujar Abdul Rahman saat dihubungi melalui WhatsApp, Jumat (3/10/2025).
Abdul Rahman pun mendesak pemerintah daerah segera melakukan kajian ulang. Menurutnya, TPA yang salah penempatan bisa merusak keseimbangan pembangunan di Desa Paku.
“Keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lahan produktif harus diprioritaskan. Jangan sampai pembangunan irigasi yang tujuannya mendukung ketahanan pangan nasional justru dikontradiksi oleh keberadaan TPA,” kata Abdul Rahman.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Polewali Mandar, Jumadil Tappawali, menyampaikan bahwa pembangunan TPST bisa dilaksanakan di tengah kota menurut Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum (PU) Nomor 3 Tahun 2013 Pasal 32 poin b.
Adapun jarak TPST Paku dalam kawasan TPA yang direncanakan menggunakan lahan seluas empat hektare dari pemukiman terdekat adalah 1 kilometer, sesuai dengan poin c regulasi yang sama yang mensyaratkan jarak 500 meter.
Jumadil menguraikan, TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
“Di TPST nantinya tidak ada lagi sampah yang akan ditimbun karena semua akan dikelola menjadi produk akhir yang bernilai ekonomi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” sebut Jumadil ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp, Selasa (7/10/2025).
Dampak yang dimaksud, lanjut Jumadil, yaitu dapat saling mendukung terhadap usaha yang telah dilakukan ekonomi masyarakat sekitar, misalnya pembuatan batako untuk material bahan bangunan.
“Saat ini sedang disusun rencana kerjasama dengan BUMDes untuk mengelola secara bersama nilai ekonomi yang dihasilkan dari TPST. BUMDes nantinya akan merekrut tenaga kerja dari masyarakat sekitar dan laba BUMDes akan menjadi PAD desa yang dapat digunakan dalam pembangunan desa,” ucap Jumadil.
Nantinya, TPST Paku bakal dilengkapi dengan mesin gibrik pemilah sampah berkapasitas lima ton per jam.
“Sampah masuk kemudian dimasukkan ke ban berjalan konveyor untuk dipilah sampah ekonomis. Sampah organik masuk ke mesin gibrik untuk difermentasi menjadi pupuk organik,” tutur Jumadil.
Sedangkan residu sampah yang tidak bernilai akan dihancurkan dengan incinerator berkapasitas 20 ton per hari. Pembakaran abu sisa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batako atau batu bata.
Kemudian, tahun depan direncanakan untuk pengadaan mesin pembuat bahan bakar solar dengan bahan baku sampah plastik. (ilm)