Nampak dari depan MTs DDI Totolisi (atas) dan SDN 08 Totolisi (bawah).
Majene, mandarnews.com – Kemampuan membaca dan menulis bagi siswa-siswi sekolah dasar terutama bagi siswa sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) memanglah sangat penting dalam menunjang proses pembelajaran.
Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga seorang tenaga pendidik atau guru harus bekerja ekstra agar siswa-siswi atau anak didik mampu dalam membaca dan menulis.
Meskipun kemampuan membaca dan menulis siswa-siswi bukanlah indikator utama keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Namun, tentu saja secara tidak langsung juga menjadi suatu penilaian.
Begitu juga dengan salah satu sekolah di Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulbar. Dimana terdapat sekolah setara SLTP, yakni MTs DDI Totolisi Sendana, masih terdapat beberapa siswa-siswa yang sudah menginjak kelas 2 (VIII) yang masih belum bisa membaca dan menulis atau buta aksara. Dan kebanyakan siswa yang tidak bisa membaca tersebut alumni SDN 08 Totolisi.
Dikonfirmasi di kantornya Kepala MTs DDI Totolisi, Kamasiah mengaku serba salah atas siswa-siswa tersebut, karena bisa diluluskan di sekolah dasar asalnya.
“Kami sebenarnya serba salah kenapa siswa ini bisa lulus di sekolahnya dulu, namun tidak bisa membaca. Jadi kami setengah mati disini mengimbangi, apalagi di kurikulum merdeka itu siswa tidak bisa tinggal kelas,” jelas Kamasiah, Selasa (17/10).
Dengan adanya kondisi, ini, pihak sekolah memberikan pelajaran khusus untuk siswa-siswa tersebut.
“Kami secara khusus mengajar mereka, bahkan saya sering pulang terlambat untuk mengajar membaca, bahkan dalam proses ini ada salah satu siswa berhenti sekolah, karena malu tidak bisa membaca,” terang Kamasiah.
Perlu diketahui, siswa MTs DDI Totolisi belum bisa membaca, yang terdata di kelas 8 sebanyak 7 siswa, sementara di kelas 7 masih dalam proses pendataan
“Untuk kelas 7 masih dalam proses pendataan dan sampai sekarang belum ada pemberitahuan dari guru-guru yang mengajar dikelas 7,” pungkas kepala MTs.
Sementara Kepala UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Sendana, Andi Arman mengaku tidak terkejut atas fenomena itu. Sebab baru-baru ini, ada laporan dari sekolah lain yang memiliki kasus yang sama. Meski demikian ia menyebut bahwa ini suatu masalah.
“Saya anggap ini adalah masalah. Kenapa? karena seharusnya dari TK ke SD itu anak-anak sudah dirangsang untuk bisa membaca, paling tidak kelas 3 sudah harus bisa membaca. Nah, ketika persoalan ini muncul harusnya seorang guru membangun komunikasi dengan orang tua siswa, langkah apa yang seharusnya dilakukan,” jelas Arman.
Untuk mencegah kejadian seperti ini lagi, Andi Arman pria yang identik dengan kumis tersebut, mengaku akan terjun langsung untuk berkomunikasi dengan tenaga pendidik yang ada di sekolah terkait tersebut.
“Dan untuk masalah ini, saya akan memantau perkembangan untuk mengantisipasi agar tidak ada lagi kejadian seperti itu. Apalagi Majene kan kita ketahui sebagai kota pendidikan,” lanjut Arman.
Ia pun berharap agar para tenaga pendidik khususnya di Kecamatan Sendana, memiliki kompetensi sebagai seorang guru.
“Perlu kita ketahui dan sadari untuk 5 tahun ke depan ini, masih banyak teman-teman kita yang perlu melakukan pendidikan ke profesionalan sebagai seorang guru. Juga banyak teman-teman guru kualifikasi keilmuannya mungkin masih kurang relevan,” tutup Arman.
(haslan)