Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat menghadiri Rapat Kerja dan Anggaran di Komisi II DPR, di Jakarta, Selasa (12/4).
Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mengapresiasi semua pihak yang telah berkomitmen untuk menjamin perlindungan bagi perempuan dan anak melalui upaya percepatan pengesahaan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU TPKS pada Selasa (12/4) kemarin.
“Saya dapat katakan bahwa UU ini adalah hasil kerja keras seluruh elemen bangsa, tanpa terkecuali, tidak hanya Pemerintah dan DPR. Berbagai pemangku kepentingan berperan serta dalam menyempurnakan substansi dan proses formil pembentukan UU TPKS, mulai dari masyarakat sipil, akademisi, kelompok agama, bahkan hingga lembaga yudikatif,” kata Moeldoko, di Gedung Bina Graha, di Jakarta, Rabu (13/4).
Kepala Staf mengatakan bahwa UU TPKS merupakan produk hukum monumental karena secara substantif UU ini memiliki dampak yang signifikan untuk membawa Indonesia keluar dari kedaruratan kasus kekerasan seksual.
“Berbagai pengaturan dalam UU TPKS mulai dari aspek pencegahan, tindak pidana, hingga pemulihan korban akan memberi perlindungan dan keadilan, terutama bagi korban kekerasan seksual serta payung hukum yang jelas bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum,” imbuh Moeldoko.
Dari pihak internal pemerintah, langkah dukungan untuk mempercepat pembentukan UU TPKS sudah dimulai sejak April 2021, di mana Kepala Staf Kepresidenan membentuk Gugus Tugas lintas kementerian/lembaga dengan diketuai oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. Kedeputian V KSP pun terlibat dalam Gugus Tugas yang secara konsisten mengawal pembentukan UU TPKS.
“Di dalam Gugus Tugas inilah dapat saya katakan letak dapur pemerintah baik dalam merumuskan substansi maupun strategi politik dalam mendukung upaya percepatan RUU TPKS yang diinisiasi oleh DPR,” kata Purnawirawan Jenderal tersebut.
Sementara itu, sepanjang masa tugas Gugus Tugas RUU TPKS, telah dilaksanakan setidaknya enam konsinyering yang mencakup komunikasi politik dengan unsur pimpinan Baleg DPR, penjaringan aspirasi masyarakat sipil dan akademisi, rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, konsultasi dengan Mahkamah Agung serta menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS. (KSP)