Kabut awan disubuh hari kadang mengurangi jarak pandang pengguna jalan, disertai ngantuk akibat kurang tidur harus dilawan demi menjajakan barang dagangan di pelosok desa, demikian keseharian Okto bersama rekan kerjanya.
Lelaki Bujang umur 31, kelahiran 1988, warga Desa Bombong Lambe’ ini merupakan anak dari seorang petani,Ā Tadius Tangga (Ayah) dan Datu Rara (Ibu), terlihat tak malu atau ragu sedikitpun dalam usaha yang ditekuninya. Dengan modal kendaraan roda dua miliknya serta uang Rp 1.500.000 menjadi dasar dalam usaha yang dikerjakan.
“Kadang dagangan kalau lagi laris dapat memperoleh keuntungan Rp 300.000 hinggaRp 400.000 perhari , namun kalau lagi kurang pembeli hanya menutupi ongkos mondar-mandir saja kendati lebih dominan laris,” katanya sambil senyum.
Aktivitas itu, kata Okto, paling mampu dijalankan 4 kali dalam seminggu sebab kurang tidur membuat badan butuh istirahat sehingga untuk usaha selingan dirinya juga memelihara ternak babi.
Penasaran dengan usaha yang ditekuni Okto Saya pun menawarkan diri untuk membantu berdagang keliling. Tanpa ragu ia memberikan roda dua miliknya yang berisi barang dagangan dan sekitarnya 1 jam berkeliling sekitar kota barang yang terjual Rp 77.000 meskipun rasa pegal di bagian pinggul dan punggung akibat hanya seperempat sadel motor yang dapat diduduki ditambah lagi beban kendaraan yang sangat berat sehingga terkadang membutuhkan tumpuan kaki yang kuat saat kendaraan diputar.
Berhadapan dengan rasa pegal setiap hari dalam kegiatan tersebut tentu seolah setia menemani para pedagang keliling, jalan berlumpur, terjal dan menukik tiap waktu dilalui guna mendekatkan barang dagangan ke calon pembeli.
“Kami akan sedikit dimudahkan jika ada pasar holtikultura di Kabupaten Mamasa juga pabrik es balok, sehingga saat berbelanja tidak lagi harus ke Polman dan ikan yang kami jual dapat bertahan lama dengan adanya es balok, ini juga pasti membuat perputaran uang stabil di Mamasa dan menciptakan lapangan kerja,” tutur Okto.
Sudah ada beberapa warga Asli Mamasa, ungkap Okto, yang ikut mengerjakan usaha sebagai pedagang keliling sehingga mestinya hal tersebut tinggal ditata oleh pemegang kebijakan agar roda perekonomian masyarakat berjalan baik dan saling menguntungkan baik ke Pemerintah Daerah (Pemda) maupun masyarakat. (Hapri Nelpan)