Ketua dan Wakil Ketua DPRD serta Wabup dalam RDP, Senin (20/6/2022), di ruang sidang DPRD Majene.
Majene, mandarnews.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) gabungan komisi melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) terkait nasib tenaga honorer yang telah dikeluarkan dan belum diberikan haknya serta rencana penghapusan tenaga honorer pada 2023 mendatang, Senin (20/6), di ruang sidang DPRD Majene.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Majene Salmawati Djamaddo dan dihadiri Wakil Ketua DPRD Adi Ahsan serta anggota DPRD lainnya.
Sementara Pemkab Majene dipimpin langsung oleh Wakil Bupati (Wabup) Arismunandar Kalma dan dihadiri staf ahli serta para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Ketua DPRD Majene Salmawati mengatakan, dalam RDP, DPRD dan Pemkab memfokuskan pada pembahasan terkait nasib tenaga honorer yang telah bekerja pada triwulan pertama 2022, yaitu Januari, Februari, dan Maret dan awal triwulan kedua mereka dikeluarkan lalu gaji mereka diterima oleh yang menggantikan serta ingin melihat tindakan Pemkab dalam menyikapi akan dihilangkannya tenaga honorer pada 28 November 2023 seperti yang tertuang dalam surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No.B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022.
Menurut Salma, hak atau kewajiban tenaga honorer harus diterima oleh mereka yang telah bekerja karena bagaimana pun itu adalah hak atau kewajiban bagi setiap orang.
“Hal tersebut (gaji diterima oleh pengganti) tidak boleh terjadi. Sementara proses keluar masuk tenaga honorer belum tentu karena pertimbangan kinerja dan kontribusi dalam bekerja,” ujar Salma.
Ia pun sangat kecewa dengan adanya kejadian ini dan menganggap banyaknya carut marut yang terjadi saat ini karena kepala OPD yang melakukan pengeluaran tenaga honorer tidak berdasarkan pada kemampuan.
Napirman selaku Ketua Komisi I menyebutkan bahwa pihaknya telah banyak menerima aspirasi dari para tenaga honorer yang juga belum diberikan surat keputusan (SK) di OPD, termasuk dari tingkat kelurahan.
Napirman mengatakan, di semua OPD hingga tingkat kelurahan atau desa pun, tenaga honorer masih sangat dibutuhkan, utamanya di Dinas Kesehatan karena mereka yang menjadi ujung tombak.
“Kami ingin mencarikan solusi tentang nasib tenaga honorer. Sejak awal tentu dipikirkan bersama karena tenaga honorer banyak dengan harapan dapat diselamatkan,” tutur Napirman.
Budi Mansur juga menambahkan bahwa ini sangat miris jika Pemkab tidak memikirkan nasib tenaga honorer, apalagi mereka yang mengabdi belasan tahun.
Hasriadi sebagai Ketua Komisi II yang turut dalam RDP mengaku mencium adanya mafia yang mengatur keluar masuknya tenaga honorer.
“Saya yakin, cepat atau lambat jika hal ini masih terjadi akan jadi temuan karena itu tidak boleh dilakukan,” ucap Hasriadi.
Anggota DPRD Majene dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun sangat kecewa, mengingat anggaran kas daerah hanya mampu sampai bulan September 2022 melakukan penggajian, padahal itu adalah belanja wajib. Ini baru pertama kali terjadi di Majene.
Abdul Wahab selaku Ketua Komisi III turut serta memberikan secercah masukan untuk Pemkab.
“Pemkab memang perlu mempertimbangkan dan memberikan kepastian kepada tenaga honorer,” tukas Wahab.
Ia juga kecewa dengan keterbatasan anggaran daerah yang hanya sanggup melakukan penggajian hingga September 2022, ditambah pengelolaan dana alokasi khusus beberapa OPD yang belum ada progres.
“Adanya permasalahan terjadi seperti tenaga honorer yang digantikan serta haknya diambil yang menggantikan karena Surat Keputusan Bupati terbit di Maret. Harusnya SK terbit di Januari karena itu masuk dalam perhitungan anggaran,” ungkap Wahab.
Anggota DPRD lainnya, Armiah, juga ikut menegaskan bahwa harusnya memang OPD terkait memerhatikan permintaan data dari tiap anggota dewan jika dilakukan RDP bersama.
Sementara Wabup Majene Arismunandar Kalma mengucapkan permohonan maaf karena Bupati tidak bisa hadir langsung karena bersama sekretaris daerah di pertemuan di Provinsi memenuhi undangan Gubernur Sulawesi Barat, termasuk permohonan maafnya mengingat keterlambatan hadir.
Aris mengaku selalu menganggap DPRD sebagai mitra dan keluarga, sehingga dengan adanya pertemuan ini ia sangat bersyukur.
“Kami sudah mencatat masukan dari semua komisi. Tentu melihat ini akan ada pembahasan lanjutan karena untuk penyelesaian semuanya perlu makan banyak waktu,” beber Aris.
Ia pun berharap, setelah ini ada rapat koordinasi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Majene, Nadlah Fattah mengatakan, tenaga honorer di lingkup Pemkab adalah tanggungjawab masing-masing OPD dan terkait keluar masuknya tenaga honorer adalah ranah OPD yang melakukan penilaian.
“Saya ikut menyayangkan tentang penghapusan tenaga honorer dari Kemenpan-RB, sementara tenaga outsourcing itu tidak seberapa,” papar Nadlah.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah itu menyebutkan, rujukan pembuatan SK itu tanggung jawab masing-masing OPD.
“Terkait hal-hal apa yang diatur dalam surat keputusan bupati menjadi domain OPD. Kami membuat SK berdasarkan usulan OPD,” imbuh Nadlah.
Sementara sikap Pemkab terkait rencana penghapusan tenaga honorer pada 2023, Tamsil selaku Kepala Bidang Diklat BKPSDM Majene menyebutkan, pihaknya harus melakukan pemetaan.
“Kami telah melakukan konsultasi terbatas ke BKPSDM Sulsel sehingga arahannya agar tenaga honorer nantinya diusulkan mengikuti seleksi PPPK,” ujar Tamsil.
Adapun kesimpulan rapat terkait hak tenaga honorer terganti yang disampaikan oleh Adi Ahsan ketika memimpin rapat separuh jalan adalah pertama, Wabup akan melakukan konsultasi kepada Bupati Majene. Terkait masih banyaknya tenaga honorer yang belum terbit SKnya, akan diterbitkan pada 30 Juni, begitu juga di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga.
Kedua, meskipun Majene belum memiliki lembaga outsourcing, namun akan dilakukan pemetaan dan profiling untuk outsourcing nantinya. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia