Sementara itu, salah satu dewan juri, Irsyad Janggot menyebutkan, penilaiannya sendiri dilihat dari beberapa unsur, seperti tekhnikal penceritaan, pemanfaatan atau memahami penggunaan benda-benda di atas panggung, potensi dan juga memberikan penampilan yang natural dengan penjiwaan yang mendalam.
“Jadi pencerita yang baik harus memiliki potensi yang baik. Seperti berbicara dengan tekhnik, penggunaan properti atau benda dalam bercerita, sebagai salah satu unsur pendukung di dalamnya, kostum dan unsur pendukung lainnya. Tentu juga, sebuah cerita itu punya lintas masa, punya lintasan waktu, atau ada limit waktu yang harus dia pahami, karena ini suatu kompetisi tentu ia harus, manut pada durasi waktu yg ditentukan,” kata Irsyad Jenggot, yang juga merupakan salah satu budayawan asal Mandar.
Menurutnya, selain menjadi salah satu ajang untuk mencari bakat, lomba tersebut juga bertujuan mengajak para siswa untuk mengenal cerita-cerita lokal, dengan penulis lokal. Dengan kegiatan ini mendorong para penulis muda ataupun tua untuk mengajak bagaimana proses kreatifitas dalam menulis sudah bisa dibacakan diceritakan oleh generasi di hari ini.
“Jadi saya kira kalau berbicara dengan umur yang baru kelas 4 – 5 SD atau MI saya cukup takjub, saya bangga dengan mereka karena sudah memiliki rasa percaya diri yang begitu luar biasa. Karena perkara tampil di depan umum tidak semudah dengan apa yang kita bayangkan dan mereka sudah melalui suatu proses tahapan, dan meskipun mereka cukup jauh dari pendamping atau gurunya sendiri, keluarganya atau seniman-seniman yang mendampinginya selama ini. Jadi saya sangat mengapresiasi sebagai dewan juri, sebagai pekerja keseniaan, kebudayaan dengan melihat potensi yang ada,” kata Irsyad.
Lanjut Budayawan tersebut, jadi esensinya adalah ini hanya media lomba, yang selebihnya dari itu generasi harus musti turun ke bawah lalu kemudian mengumpulkan data bercerita, kepada kakek nenek yang memang memiliki cerita secara lisan, lalu kemudian mengajak untuk lebih banyak menulis lagi tentang potensi-potensi yang ada.
“Jadi harapnnya, anda tidak bisa bercerita tanpa membaca, anda tidak bisa mampu berekspresi tanpa lebih banyak berkreasi di dalamnya, dan anda tidak akan menemukan suatu peristiwa kecerdasan kalau anda tidak belajar pada fakta yang ada. Maka kita memang harus dituntut untuk terus belajar,” tutupnya.
Sementara itu, Nur Azzahra, yang menjuarai lomba tersebut dengan nilai 1046 tersebut menyampaikan bahwa tidak ada kendala yang begitu berat dalam latihan dalam menghadapi lomba tersebut. Hanya saja kendalanya ada pada pelatihan mengubah suara atau vokal.
“Jadi di pelatihan vokalnya saja. Kalau masalah pengahafalan cerita, saya tidak hafal, tapi saya pahami dan mengerti isi materi. Jadi kuncinya harus memahami suatu isi materi,” jelasnya.