Saat Kepala UPTD dan Staf Pengelola Museum Mandar Majene berdialog dengan sejumlah dosen Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) dan mahasiswa Unsulbar yang berkunjung ke Museum Mandar, Minggu (24/9/2023) pagi.
Majene, mandarnews.com – Kebakaran yang melanda Museum Nasional Indonesia di Jakarta, 16 September 2023 menyita perhatian berbagai pihak terkait penyebab dan upaya pemulihan koleksi.
Di Majene, pengelola Museum Mandar Majene meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran terutama di puncak musim kemarau, sayangnya alat pemadam api ringan (Apar) masih sangat minim.
Museum Mandar Majene, Provinsi Sulawesi Barat berada di Jl. Raden Soeradi, Kelurahan Pangali – Ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene. Museum yang merupakan bekas rumah sakit kolonial Belanda itu menyimpan ratusan benda kuno bersejarah, mulai naskah kuno, uang kertas dan logam kuno, replika pakaian adat hingga ular besar yang diawetkan.
Staf Pengelola Museum Mandar, Suriawan, Minggu (24/9) menyampaikan, pihaknya juga menyimak dan mengikuti perkembangan atas peristiwa kebakaran Museum Nasional di Jakarta tersebut.
“Di tengah berbagai keterbatasan yang ada, kami di daerah, terus meningkatkan kewaspadaan, apalagi di musim kemarau seperti sekarang ini tentu rawan terjadi kebakaran,” kata Suriawan saat berdialog dengan sejumlah dosen Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) dan mahasiswa Unsulbar yang berkunjung ke Museum Mandar.
Sejumlah dosen Unsulbar yang berkunjung ke Museum Mandar pada Minggu 24/9 itu antara lain, drh. Deka Uli, Farhanuddin, Taufiq Dunialam, drh. Nur Syaidah serta budayawan dari Unsulbar Thamrin Uwai Randang.
Masih Minim Alat.
Saat berdialog dengan para akademisi dan mahasiswa Unsulbar terungkap, bahwa peralatan pemadam yang dimiliki museum masih minim, untuk gedung yang luas itu baru memiliki 4 (empat) APAR atau fire extinguisher.
“Alatnya (APAR,-) sudah ada, namun masih perlu ditambah, CCTV juga dibutuhkan untuk memantau, keamanan gedung museum,” kata Susan, Kepala UPTD Museum Mandar Majene, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majene.
Para dosen itu menyampaikan kedatangan kali ini sebagai bentuk dukungan dan atensi dalam upaya merawat, memajukan museum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Salah seorang dosen, Farhanuddin menyampaikan, agar semua pihak meningkatkan perhatian terhadap museum, mengingat museum sangat penting sebagai sarana pembelajaran generasi.
“Selain alat pemadam ditambah, CCTV dipasang, yang penting juga kami sarankan, naskah kuno yang ada itu didigitalisasi, disimpan dalam bentuk soft copy,” kata Farhanuddin yang juga dosen FISIP.
Sementara itu, drh. Deka, yang merupakan dosen Ilmu Peternakan mengaku senang, meminati benda – benda bersejarah, sehingga dia menyarankan, tampilan museum dapat lebih menarik, sehingga membuat anak pelajar dan mahasiswa semakin tertarik ke museum.
“Agar Museum tidak menjadi tempat yang membosankan atau menyeramkan, perlu dibuat spot – spot yang menarik, misalnya foto booth, pencahayaan ruangan terlihat estetik,” kata dokter hewan Deka yang sejak belia SD sering ke museum di Surabaya, kota kelahirannya.
(Mutawakkir Saputra)