Ia pun menilai, pembahasan RUU Minerba tidak cukup hanya ditunda tetapi harus dihentikan. Kalaupun ditunda dan akan dilanjutkan lagi harus melalui proses dan tahapan pembahasan yang benar sesuai dengan Undang-Undang dan Konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945.
“Penundaan ini tidak cukup dua minggu atau dua bulan tetapi harus dalam waktu yang cukup untuk melakukan pembahasan RUU Minerba dengan benar dan melibatkan partisipasi publik secara langsung,” ucap Yusri.
Ia menjelaskan, sebaiknya saat ini DPR dan Pemerintah mempublikasikan naskah RUU Minerba ke publik agar dapat dinilai dan diberikan masukan oleh masyarakat.
“RUU Minerba ini bukan barang rahasia yang harus ditutup-tutupi oleh DPR dan Pemerintah, apalagi dengan langkah main sembunyi-sembunyi,” tutur Yusri.
Waktu yang ada saat ini, tambahnya, perlu dimanfaatkan untuk menghimpun aspirasi dari masyarakat dan stakeholder serta memperbaiki materi-materi substansi RUU Minerba agar tetap sesuai dengan amanat konstitusi yaitu penguasaan negara atas sumber daya alam pertambangan yang untuk kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“DPR dan Pemerintah di tengah kondisi darurat karena wabah Covid-19 jangan coba-coba mengelabui masyarakat dan memaksakan pengambilan keputusan atas RUU Minerba, risikonya besar. Baik risiko bagi tata kelola pertambangan maupun risiko bagi Anggota DPR dan Pemerintah karena telah melanggar hukum,” tukas Yusri.
Ia menegaskan, apabila RUU Minerba dipaksakan lanjut mengambil keputusan, maka pihaknya akan melaporkan secara hukum dan membawa ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) karena secara sadar sebagai anggota DPR telah melanggar konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945, UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Tata Tertib DPR RI, termasuk juga akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi jika sudah diundangkan.
Editor: Ilma Amelia