PPN Palipi/ Foto : Dok mandarnews
Mamuju, mandarnews.com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mamuju kembali menggelar persidangan korupsi pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palipi, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Selasa 20 Juni 2017.
Sidang kali ini adalah pembacaan putusan terdakwa korporasi (perusahaan) proyek tahun 2012 dengan jumlah anggaran Rp 18 miliar rupiah tersebut. Korporasi itu adalah PT Fatimah Indah Utama. Saat persidangan, korporasi itu diwakili direktur utama, Abdul Hakim.
“Terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU pemberantas tindak pidana korupsi,” ungkap Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene, Rizal F.
“Menghukum PT Fatimah Indah Utama, pidana denda sebesar Rp 100.000.000, subsidair menghentikan kegiatan perusahaan selama enam bulan dan uang pengganti Rp 283 juta,” lanjutnya.
Baik Jaksa Penuntut Umum (JPU maupun pihak PT Fatima menerima putusan tersebut. Menurut Rizal, pihaknya menerima dengan alasan putusan sesuai dengan tuntutan JPU.
“Malah untuk uang pengganti hakim menambahkan dari tuntuan Rp 280 juta menjadi Rp 283 juta,” ungkap Rizal.
Selain itu, lanjut Rizal, setelah pembacaan putusan PT Fatima langsung melunasi uang pengganti senilai Rp 283 juta dengan menyerahkan ke penuntut umum untuk disetor ke kas negara. Denda senilai Rp 100 juta juga disanggupi PT Fatima untuk dibayarkan.
Penetapan tersangka korporasi tersebut bukan berarti pemilik perusahaan. Seperti halnya PT Karya Putra Tunggal Jaya yang divonis bersalah kasus korupsi proyek hydram di Kayuangin, Kecamatan Malunda.
“Tidak seperti orang yang bisa dipidana penjara. Itu sudah diatur bahwa korporasi itu nanti diadakan penjadwalan pidana denda yang untuk mengganti kerugian negara sehingga uang pengganti juga disubsidairkan dengan adanya penghukuman terhadap perusahaan. Hukumannya itu sendiri dalam hal pencabutan izin atau di black list sementara waktu dalam waktu tertentu atau selamanya,” jelas Rizal saat itu.
Selain itu, Pengadilan Tipikor juga menvonis enam terdakwa lainnya. Diantaranya, Ahmad Hasan, Alamsyah, Graha Sastra, Muhammad Hayat Manggazali, Nawir Fachdan dan Ilham Mustari. Hanya saja, Nawir Fachdan dan Ilham Mustari masih melakukan upaya hukum ditingkat kasasi.
Lebih lanjut Rizal menjelaskan, akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen ((PPK) Dinas Kelautan Sulbar, Hayat Manggazali dan pelaksana lapangan proyek, Nawir Fachdan dan Ilham Mustari, negara mengalami kerugian hingga miliar rupiah.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulbar, total kerugian negara mencapai Rp. 1.366.796.147,10. Untuk diketahui, sebelumnya kasus ini mulai terungkap tahun 2013.
Saat itu, terjadi perubahan master plan dan DED (perencanaan) dengan dengan shopdrawing yang dibuat oleh pelaksana pekerjaan khususnya untuk pekerjaan revetment tanpa didasari analisis tekhnis pada justifikasi teknis yang menjadi dasar dilakukannya addendum.
Perubahan tersebut dilakukan atas arahan Kasubdit Nelayan Tangkap DKP Sulbar Aswan Zen dan disetujui PPK, Hayat Manggazali. Selanjutnya Nawir dan Ilham menyerahkan pelaksanaan pembangunan PPN Palipi yang dinyatakan selesai 100 persen.
“Namun ternyata masih terdapat kekurangan volume pekerjaan, selanjutnya setelah berakhirnya masa pemeliharaan tanggal 13 Juli 2013 tidak dibuat berita acara serah terima hasil pekerjaan final (FHO) atas pekerjaan pembangunan pelabuhan,” ungkap Rizal.
“Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan tim teknis Dinas PU Sulbar terdapat kekurangan volume pekerjaanbangunan darat sebesar Rp. 166.554.976,60 dan pekerjaan revetmen senilai Rp1.200.241.170,50 yang total mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.366.796.147,10 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut,” lanjutnya. (Irwan)
- Baca kupulan berita : PPN Palipi