Heskiel dan karyanya
MAMASA, mandarnews.com – Miniatur Tonggak menjadi kebanggaan Desa Pidara di Kecamatan Balla yang dilestarikan oleh seniman desa. Tapi para pengrajin kesulitan memasarkan kerajinanan. Mereka butuh dukungan dari pemerintah atau pun swasta yang mau menjadi ‘ayah angkat’.
Heskiel (61) salah satu seniman yang di Desa Pidara menjelaskan, sekitar 22 Tahun ia menggeluti seni ukir atau membuat miniatur rumah adat. Tuturnya saat diwawancai di kediamannya, minggu (24/2).
Katanya, ia sudah 3 kali mengikuti studi banding dan sering dilibatkan dalam pelatihan. Namun yang memfasilitasi adalah Kabupaten Tanah Toraja.
“Saya tidak pernah diutus oleh Kabupaten Mamasa untuk mengikuti kegiatan seperti ini,” paparnya.
Pria parubaya ini mula mengikuti pelatihan pada tahun 1997, 2003 dan terakhir tahun 2012.
Melalui keponakan di Dinas Perindustrian Kabupaten Tanah Toraja yang akrab dengan Heskiel sehingga mengetahui bahwa ia salah satu pengrajin miniatur sehingga diajak sekaligus di undang untuk mengikuti studi banding dan pelatihan.
Ia berharap kepada Pemerintah Daerah (Pemda) agar membantu untuk memasarkan miniatur rumah adat yang dibuat sehingga tidak tertampung dalam waktu lama.
Heskiel juga menyampaikan, sekiranya bisa memberikan bantuan alat untuk pengrajin miniatur sehingga lebih memudahkan pekerjaan.
Pewarnaan miniatur ini tidak menggunakan cat tapi menggunakan pewarna alami. Yakni jantung pisang yang diblender dan dicampur arang kayu. Miniatur rumah adat Mamasa ukuran standar dihargai Rp.500.000 hingga Rp.5.000.000.
Selain miniatur Tonggak, seniman ini juga membuat peralatan rumah tangga seperti wadah kopi bubuk berbentuk cangkir yang terbuat dari bambu, dijual dengan harga Rp.25.000 hingga Rp.30.000 tergantung dari ukuran wadah kopi tersebut.
Adapula Dulang (Mamasa-red) atau piring yang digunakan oleh orang tua dulu. Dulang terbuat dari kayu, dijual dengan harga Rp150.000. Sedangkan sendok nasi dan sendok untuk daging (berbentuk garpu) dijual dengan harga Rp.75.000 perpasang.
Ia juga membuat perlengkapan menari Tora-Tora. Perlengkapan ini terbuat dari kayu, tanduk kerbau, adapula dari tulang binatang yang digunakan oleh penari bulu londong yang dijual dengan harga standar Rp.150.000 tergantung dari motif dan bahannya.
Tora-Tora tersebut digunakan pada pesta syukuran perang saat orang tua dahulu tiba di kediamannya. Digunakan pula oleh kepala tukang rumah pada saat syukuran rumah. Biasanya kepala tukang berjalan di atas bubungan rumah yang dilengkapi dengan pakaian adat Mamasa ditambah parang dan menggunakan Tora-Tora tersebut dalam proses ritual.
Tora-Tora ada yang berjumlah 7 (umumnya) dan ada yang berjumlah 9 yang digunakan oleh keturunan bangsawan. Ada juga Gendang buatan Heskiel. Gendang yang ukuran standar dijual dengan harga Rp.2.500.000.
Kepala Desa Pidara, Arianus D, mengaku kesulitan membantu para seniman. Alasannya, anggaran desa memprioritaskan anggaran ke pembangunan infrastruktur, pertanian (irigasi) dan pembangunan desa lainnya.
Kades berharap, agar pihak Pemda bisa membantu masyarakat pengrajin miniatur untuk pelatihan dan pemasaran agar usaha masyarakat di bidang kerajinan semakin meningkat.(MG-2/Hapri Nelpan)