Sejumlah penilik pendidikan luar sekolah (PLS) di Kabupaten Majene
ditengarai masih menerima tunjangan sertifikasi untuk kesejahteraan
guru. Padahal ini menyalahi aturan. Dalam juknis penilik tidak menerima
tunjangan sertfikasi.
Yang berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi adalah guru dengan syarat
memiliki jam mengajar 24 jam, kepala sekolah 6 jam, dan pengawas sekolah
24 jam di lapangan. Penilik PLS tidak disebutkan dalam juknis.
Penilik PLS yang ditengarai masih menerima tunjangan sertifikasi adalah korban mutasi. Mereka adalah guru dan kepala sekolah bersertifikasi sehingga berhak atas tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji setiap bulan.
Tapi kemudian mereka dimutasi menjadi penilik PLS sehingga harus kehilangan tunjangan profesi. Mereka dirugikan, tapi aturan pembayaran sertifikasi kepada penilik PLS belum ada. Tapi ditengarai masih ada penilik PLS yang menerima tunjangan sementara ada juga yang dihentikan tunjangan profesinya.
Salah satu korban mutasi dari kepala sekolah (Kasek) menjadi penilik PLS dan juga sekaligus tidak mendapatkan tunjangan profesi adalah Mahmur, S.Pd.,MPd., mantan kasek SD 17 Pamboang.
Mahmur yang pertama mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) guru SD se Kecamatan Pamboang ini, bahkan pemenang Kepala Sekolah berprestasi tingkat SD dan mewakili Sulbar ke tingkat nasional ini mengaku teraniaya atas mutasi ke penilik pendidikan luar sekolah (PLS) di Kecamatan Malunda.
Dia mengungkapkan, dari 13 orang yang kena mutasi ke penilik PLS pada 28 januari masih ada yang dibayarkan tungan profesinya.
Kasek berprestasi ini bukannya mendapat reward dari apa yang diperbuat mengharumkan Majene bahkan Sulbar melainkan ketidakadilan. Dia mengaku kecewa atas ketidakadilan yang di dapatkan mulai dari mutasi ke penilik PLS yang otomatis menghilangkan tunjangan profesi yang selama ia dapatkan sejak 2007.
"Saya pribadi sangat kecewa, sudah tua mau pensiun tidak kuat harus naik motor dari Pamboang ke Malunda, lebih kecewa lagi ketika di penilik masih ada teman yang masih mendapat tunjangan sertifikasi sementara saya tidak," keluhnya pada media ini, Senin 8 Oktober.
Dia mengaku menemui dan mengadukan nasib ke anggota DPRD, PGRI,Tapi sampai sekarang tak ada solusi seperti yang telah dijanjikan.
Demikian pula halnya yang dialami Farhan.
"Keluarga kami sangat mencintai profesi guru. Dari nenek saya, Bapak saya, saya sendiri sampai anak saya menjadi guru dan di Majene sendiri masih sangat kekurangan guru tapi kenapa kami malah di mutasi ke pendidikan luar sekolah (PLS) ucap Farhan Mantan kepala Sd 19 Luaor.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kab. Majene Abdul Hamid Haris yang dikomfirmasi di kantor DPRD Majene mengatakan kalau memang ada penilik yang masih terima tunjangan sertifikasi pasti akan dikembalikan ke kas negara.
Kata dia, setelah dimutasi ke penilik sesuai SK Bupati tanggal 28 Januari, maka kepala sekolah yang selama ini mendapat tunjangan sertifikasi dicabut haknya atas sertifikasi tersebut.
"Tapi akan di bayarkan terhitung 1 januari sampai turunya SK mutasi dan selebihnya itulah yang di kembalikan nanti ke kas negara," imbuhnya.
Dia juga mengatakan, penilik juga punya tunjangan tersendiri hanya di Majene sendiri belum ada informasinya kapan di berlakukan. "Kita tunggu saja informasinya," kuncinya.(adhy)