Ketua Umum GEMPARI, Hj. H. Patrika S.A Paturusi, S.H.,MH
Jakarta, mandarnews.com – Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2019 ini diharapkan menjadi evaluasi bagi Pemerintahan Presiden Jokowi terhadap upaya, aksi, dan regulasi yang telah digulirkan dalam hal perlindungan anak.
Selama hampir lima tahun ini, program perlindungan anak tidak mengalami kemajuan signifikan. Malah dalam beberapa hal, kebijakan Pemerintah malah kontraproduktif untuk melindungi anak dari tindak kekerasan, terutama fisik dan seksual.
Salah satunya adalah kebijakan memberikan grasi kepada Neil Bantleman, terpidana 11 tahun kasus pelecehan seksual anak yang kini sudah bebas.
Ketua Umum Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Remaja Indonesia (GEMPARI), Hj. H. Patrika S.A Paturusi S.H., MH, menuturkan, dirinya mengapresiasi keputusan Presiden yang menjadikan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa setara dengan narkoba dan terorisme pada 2016 silam.
“Namun, keputusan yang salah satunya dilatarbelakangi kasus pemerkosaan anak (YY) oleh 14 laki-laki di Bengkulu ini, tidak diiringi dengan rencana besar atau grand desain perlindungan anak,” ucap wanita yang akrab disapa Anggie ini, Rabu (24/7/2019).
Selain itu, lanjutnya, kasus di dunia pendidikan tak kalah keras, seperti yang menimpa WJ (14), siswa baru Sekolah Menengah Atas (SMA) Taruna Indonesia yang menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit (RS RK Charitas), Jumat (19/7/2019) sekitar pukul 20.00 WIB. WJ meninggal dunia setelah dinyatakan koma selama enam hari.
“Selain WJ, DBJ (14), siswa baru SMA Taruna Indonesia sudah lebih dulu dilaporkan tewas setelah menjadi korban penganiayaan seniornya dalam masa orientasi sekolah,” tukas Anggie.
Padahal, tambahnya, isu perlindungan anak dalam setiap rencana dan program pembangunan nasional, terutama dalam bidang pendidikan, sosial ekonomi, dan penegakan hukum menjadi mutlak jika bangsa ini ingin menghilangkan praktik kekerasan terhadap anak.
“Rapor perlindungan anak kita belum menggembirakan atau masih jauh dari harapan. Bangsa besar ini belum punya grand desain perlindungan anak yang komprehensif. Alhasil program perlindungan anak sifatnya masih sporadis dan berjalan sendiri-sendiri,” beber Anggie.