Kemudian mereka bersiap membakar Nabi Ibrahima AS. Kayu-kayu dikumpulkan, menara sebagai tempat pembakaran disiapkan. Lobang yang dalam di bawah menara juga digali. Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa tidak lah burung terbang diatas kobaran api tersebut melainkan akan mati terpanggang, begitu panasnya api itu.
Ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam api maka semua makhluk Allah, bumi, langit dan para malaikat memohon kepada Allah, “Wahai Rabbku, kekasihmu dilemparkan ke dalam api maka izinkan kami untuk membantunya memadamkan api untuknya.”
Dalam sebuah hadits disebutkan, Allah SWT menjawab,”Dia adalah kekasihku dan tidak ada di bumi kekasihku selain dirinya, dan aku adalah Rabbnya, dan tidak ada Rabb yang dimiliki selain diriku, jika dia meminta tolong kepada kalian maka bantulah dia tapi jika tidak, maka biarkan saja dia.
Ada sebuah momen menarik yang diceriterakan oleh Ibnu Jarir ketika Ibrahim dibakar, penghulu malaikat, Jibril as, menampakkan dirinya. Jibril bertanya kepada Ibrahim, Yaa Ibrahim apakah engkau membutuhkanku ?
Ibrahim menjawab,” Kepadamu wahai Jibril maka saya tidak membutuhkannya selain Allah SWT. Adapun kepada Allah maka sudah pasti saya membutuhkannya.”
Sebuah jawabah yang menggambarkan kuat dan kokohnya pemahaman Ibrahim terhadap ketauhidan. Allah SWT menjadi tempat bergantungnya. Ibrahim tidak ingin bersandar kepada selain Allah SWT. Nabi Ibrahim tahu betul bahwa Allah SWT adalah satu-satunya zat yang mampu menolongnya. Inilah puncak tawakkal. inilah puncak iman. Dan inilah puncak penghambaan kepada Allah SWT.
Ibrahim menginginkan tempat yang mulia di sisi Allah. Inilah wali Allah. Persekusi manusia, kobaran api yang tinggi, kemarahan penguasa tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap tegak di jalan Allah, sama sekali tidak bergeser. Tiada ketakutan pada diri Nabi Ibrahim karena yakin Allah bersamanya.
Bahkan ini menjadi momen terindah terhadap nabi Ibrahim as. Momen yang dalam pandangan manusia adalah momen yang menakutkan namun bagi Ibrahim ini adalah momen terindah dalam hidupnya. Momen yang ia rasakan kedekatannya dengan Allah SWT. Momen yang ketika puncak keyakinan terhadap Allah SWT.
Hal ini tergambar dalam ungkapan Nabi Ibraim a.s. Ibrahim berkata, “Tidak pernah saya melewati hari-hari yang paling indah dalam hidupku melebihi hari-hari dimana saya dibakar oleh api.
Sebuah ungkapan ajaib yang hendaknya diteladani oleh para pejuang Islam yang harus diresapi oleh mereka yang bergerak meninggi panji Laailaha illallah di muka bumi. Keteladanan ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika bersama Abu Bakar terperangkap di gua Tsur, dan orang-orang Quraish mencari-cari mereka berdua. Seluruh sumber daya dikerahkan untuk mencegah mereka berdua untuk hijrah. Pada momen seperti itu ketika orang-orang Quraish berada di pintu gua Tsur, kondisi sangat mencekam.
Abu Bakar berkata, kalau seandainya seorang di antara mereka melihat ke bawah kakinya niscaya mereka melihat. Beginilah ketenangan yang menghampiri para wali Allah. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena hatinya selalu terpaut dengan Allah.
Khutbah Idul Adha adalah rangkaian penutup dari pelaksanaan salat Idul Adha. Usai menunaikan salat Idul Adha, jamaah saling bersalaman kemudian menuju ke jamuan makan yang disiapkan pondok pesantren yang didirikan salah satu pengusaha Mandar, H. Zikir Sewai.
Penulis : Rizaldy