Salah seorang nelayan warga Pulau Battoa meninggal karena bom ikan
Polewali, mandarnews.com – Kepolisian Resor (Polres) Polewali Mandar tengah mendalami kasus tewasnya seorang nelayan bernama Rijal (30) asal Pulau Battoa Kecamatan Binuang saat menggunakan bom ikan ketika melaut di perairan sekitar tempat tinggalnya.
Menurut penuturan warga sekitar yang dihimpun oleh polisi, Rijal memang sering melaut seorang diri.
“Kata warga si korban ini pergi sendiri, tapi kita masih selidiki karena menggunakan bom ikan agak sulit jika dilakukan sendiri,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Syaiful Isnaini kepada awak media, Rabu (13/2).
Ia menambahkan, Rijal diduga meninggal karena lalai saat menggunakan bom ikan sehingga bom yang masih ada di tangannya meledak sebelum dibuang ke laut.
“Keluarga korban menolak jenazah Rijal diautopsi. Alasannya karena sebagian anggota tubuh korban hancur terkena ledakan bom ikan,” kata AKP Syiful Isnaini.
Untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, pihak kepolisian akhirnya membuat surat pernyataan penolakan pemeriksaan.
Saat kejadian, diketahui korban sedang melaut seorang diri pada Selasa (12/2). Ketika akan melempar bom ikan ke laut, sesuai keterangan dari Polisi, tanpa diduga alat peledak tersebut malah meledak di tangan korban.
Korban kemudian ditolong oleh sesama nelayan yang sedang mencari ikan di sekitar tempat kejadian. Namun, nyawa korban tidak bisa diselamatkan karena sebagian tubuhnya hancur. Korban pun dievakuasi ke rumahnya yang terletak di Dusun Ledang Pulau Battoa.
Dikutip dari website resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, menggunakan bom ikan ketika melaut termasuk dalam kategori penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak (destructive fishing).
“Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut,” tulis website tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.
Reporter : Ilma Amelia