Anemia akibat kekurangan zat gizi besi (fe) merupakan salah satu masalah gizi utama di Asia termasuk di Indonesia. Berbagai studi menunjukkan dampak negatif dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Anemia pada anak menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tidak optimal dan menurunkan prestasi belajar karena rasa cepat lelah, kehilangan gairah dan tidak berkonsentrasi. Sedangkan pada remaja penderita anemia, sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa, anemia akan menyebabkan tingginya resiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang berpotensi menyebabkan anak stunting yang akan mempunyai kualitas hidup yang tidak optimal.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak anak dari gizi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak anak didefenisikan stunted jika tinggi badan mereka untuk usia lebih dari 2 tahun tidak sesuai standar pertumbuhan anak menurut WHO artinya terjadi ketidaksesuaian antara tinggi dan umur anak.
Hasil Riskesdas 2013 dan terakhir 2018 menempatkan Kabupaten Majene sebagai kabupaten kedua tertinggi angka stuntingnya setelah kabupaten di NTT, Sedangkan propinsi Sulbar juga menempati urutan kedua tertinggi setelah Prov. NTT. Dan untuk lingkup prop. Sulbar sendiri Majene lagi lagi menempati urutan kedua tertinggi setelah kab. Mamasa.
Salah satu arah kebijakan Kabupaten Majene adalah Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat Majene yang berkualitas melalui pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continum of care) untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap seluruh tahapan siklus kehidupan secara holistik. Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus kehidupan (Life Cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif) dan akhirnya menjadi lanjut usia.
Masa remaja merupakan masa stormand stress karena remaja akan banyak mengalami tantangan baik dari diri mereka sendiri (Biopsychosocial factors) ataupun lingkungan (environmental factors). Apabila remaja tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, mereka dapat berakhir pada berbagai masalah kesehatan yang begitu kompleks sebagai akibat dari perilaku beresiko yang mereka lakukan.
Beberapa permasalahan remaja dari berbagai studi dapat memperlihatkan gambaran faktor resiko sbb :
- Sebanyak 41,8% laki laki dan 4,1% perempuan mengaku pernah merokok dan 32,8% di antara mereka merokok pertama kali pada usia <= 13 tahun.
- Sebanyak 14,4%laki laki dan 5,6% perempuan pernah mengkonsumsi alkohol, lalu 2,6% laki lakipernah mengkonsumsi narkoba.
- Gambaran selanjutnya, adalah perilaku seksual diman didapatkan 8,26% pelajar laki laki dan 4,17% pelajar prempuan usia 12 – 18 tahun pernah melakukan hubugan seksual
- Masalah gizi tak luput dari perhatian, bahwa hasil riskesdas 2010 yaitu anak usia 6-12 tahun 15,1% sangat pendek, dan 20,5% pendek, 4,6% sangat Kurus dan 7,6% kurus, serta 9,2% mengalami kegemukan.
Kompleksnya permasalah remaja tentunya memerlukan penanganan yang komprehensif dan terintegrasi yang melibatkan semua unsur dari lintas program dan sektor terkait.
Permenkes Nomor 25 Tahun 2014 ditujukan agar setiap anak memiliki kemampuan berprilaku hidup bersih dan sehat, memiliki keterampilan hidup sehat dan keterampilan sosial yang baik sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Apalagi tahun 2030 Indonesia akan mendapatkan yang namanya bonus demografi dimana kondisi pada saat itu klompok usia remaja dan produktif yaitu 15 – 64 tahun jumlahnya lebih banyak dibandingkan usia anak (dibawah 15 tahun) dan usia lansia (diatas 64 Tahun). Ketika ini disiapkan dengan baik maka ini bisa menjadi aset yang menguntungkan tetapi Ketika ini tidak disiapkan dengan baik maka kondisi tersebut bisa menjadi bumerang atau beban bagi negara karena tdk akan mampu hidup produktif.
Hal inilah yang melatar belakangi sehingga kami mengambil suatu ide melalui proyek perubahan pada diklatpim 3 angkatan 4 Kabupaten Majene tahun 2019 yaitu upaya percepatan penurunan stunting Kabupaten Majene melalui usaha kesehatan bersumber daya masyarakat “Posyandu CERIA” Cegah Remaja Anemia.. Melalui upaya tersebut kami berharap ada solusi untuk masalah tersebut.
Posyandu CERIA adalah Pos Pelayanan Terpadu yang akan dibentuk Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat yang sasaran pelayanannya adalah kelompok usia remaja 10-18 Tahun. Dilaksanakan di setiap desa/kelurahan dan kalau memungkinkan di setiap lingkungan atau dusun. Prinsip pelaksanaanya sama dengan posyandu balita, ibu hamil, ibu melahirkan dan lansia.
Aapun jenis layanannya atau kegiatannya terdiri dari :
- Pendidikan ketermpilan hidup sehat
- Kesehatan Reproduksi remaja
- Kesehatan Jiwa dan Penyalahgunaan Napza
- Pelayanan dan Pendidikan Gizi terutama masalah Anemia Remaja
- Aktivitas fisik pada remaja
- Penyakit Tidak Menular (PTM)
- Pencegahan kekerasan pada Remaja
- Penyuluhan kecelakaan lalu lintas dan Penyakit Menular
Langkah Langkah Pelaksanaan Posyandu CERIA :
- Pendaftaran dan pengisian data diri
- Pengukuran (Berat Badan/BB, Tinggi badan/TB, Tekanan Darah /TD, Lingkar Lengan Atas /LILA, dan pengecekan anemia secara klinis dan apabila ada tanda tanda klinis anemia diujuk ke fasilitas kesehatan/faskes.
- Pencatatan hasil pengukuran ke dalam buku register dan buku pemantauan kesehatan remaja (Rapor Kesehatanku)
4.Pelayanan kesehatan (Konseling, Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), Konseling kecerdasan majemuk, Merujuk remaja ke faskes jika diperlukan.
- KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
Kami berharap semoga proyek perubahan ini dapat menjadi solusi bagi upaya mempersiapkan remaja atau generasi penerus bangsa yang berkualitas dan untuk remaja putri sebagai calon ibu yang sehat dan bebas anemia untuk mencegah lahirnya bayi yang berpotensi stunting.
Cegah Stunting, Itu Penting !!!!
Cegah Remaja Anemia, Untuk generasi MP3 yang gemilang..!!!!!