Muliadi, seorang PKL tengah berjualan di depan SPBU Lembang Majene
Majene, mandarnews.com – Aliansi Pedagang Kaki Lima (PK5) menduga adanya praktek pungutan liar (pungli) yang kerap dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene terhadap PKL.
Abdul Rahman atau yang lebih akrab disapa Maman selaku Jenderal Lapangan Aksi PK5 menyatakan, retribusi Rp2000 per hari itu diduga pungli karena karcis yang digunakan atau karcis retribusi pasar itulah yang menjadi dasar acuannya.
“Sebab, Perda yg menjadi dasar retribusi itu adalah Perda No.15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pasar yang tidak seharusnya diperuntukkan kepada PKL,” ujar Maman di Sekretariat IM3, Minggu (10/3/2019).
Ia menjelaskan, dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa defenisi pasar adalah tempat yang diberi batas tertentu dan
terdiri atas halaman/pelataran, bangunan berbentuk los, kios, serta bentuk lainnya yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan disediakan khusus untuk pedagang.
“Sedangkan tempat PKL berdagang tersebut bukanlah pasar yang sesuai dengan defenisi dalam Perda,” kata Maman.
Ia menduga, jika potensi pungli selama kurun waktu 4 tahun terakhir kepada pedagang diakumulasi, kemungkinan jumlah retribusi ilegal sudah sangat banyak.
Hal tersebut dibenarkan oleh Muliadi, salah seorang PKL di depan SPBU Lembang Majene yang mengaku taat bayar retribusi tiap malam selama berjualan.
“Saya tidak tahu persis aturan retribusi yang sebenarnya, soalnya saya tidak mau pusing. Makanya saya taat membayar, yang penting saya aman berjualan di sini,” tukas Muliadi.
Ia menerangkan, semenjak adanya aksi penolakan penggusuran oleh PK5 pada 2 Maret lalu, retribusi kini dihentikan sampai sekarang.
“Saya belum tahu apakah retribusi akan kembali diberlakukan atau tidak,” tutur Muliadi.
Aliansi PK5 berharap, kepolisian ataupun kejaksaan selaku penegak hukum menuntaskan kasus dugaan pungli yang diterapkan oleh Pemda Majene.
Laporan : Ichie
Editor : Ilma Amelia