Foto : anto picture
Majene, mandarnews.com –Malam itu sanggar Kaka’u tampil diurutan ke empat pada Pesona Cakkuriri II di Lapangan Bura’ Sendana, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), Senin 2 Oktober 2017 malam.
Saat pemandu acara selesai membacakan sinopsis dari tari yang akan dibawakan, delapan penari wanita sanggar seni yang terbentuk sejak 2012 ini, mulai bersiap melakukan pentas, mereka berbaris sejajar, lalu menari.
Suara tabuhan alat musik jimbe dan gandrang mengawali pentas mereka malam itu. Dengan mengenakan Baju Pokko modern berwarna hitam para penari yang didominasi remaja ini, terlihat begitu energik dan cantik di atas panggung.
Penonton pun mulai terlihat merapat ke depan panggung, mereka nampaknya takjub pada penampilan sanggar seni yang di prakarsai Andi Beda Basaroe ini.
Di bawah langit Somba yang sedikit mendung malam itu, penulis mencoba menikmati musik yang terus di dendangkan seiring dengan lenggok para penari di atas panggung. Setiap penari gerakannya terlihat begitu mengalir dari satu ke yang lainnya, tidak pernah kaku dan terlihat natural.
Namun satu hal yang selalu membuat penulis terkesan akan penampilan sanggar Kaka’u. Tidak lain adalah suara serulingnya yang begitu merdu, pemakaian seruling di setiap pementasan memang jarang kita jumpai di sanggar seni lain di Majene. Tentu ini membuat daya tarik sendiri bagi sanggar yang musiknya di aransemen langsung Gusmanto Mansyur ini.
Selang beberapa menit, empat penari pria kemudian muncul dari balik panggung dan menggantikan posisi penari wanita. Berbeda dengan gerakan penari wanita, para penari pria ini punya gerakan tersendiri. Mereka menampilkan sedikit gerakan Pamaccaq (Pencak Silat) pada koreografi tarianya.
Penampilan Kaka’u kemudian masuk pada pementasan utama. Seorang gadis cantik muncul di sudut panggung dan bernyanyi.
Sesuai sinopsis yang dibacakan sebelumnya, tema tarian ini ialah kisah tentang seorang anak yang menumpahkan kesedihannya karena di tinggal mati ayahnya secara tiba – tiba. Dalam kisahnya, mereka kemudian merenungi kepergiaan sang Ayah dan menyesali semua dosa yang mereka perbuat kepadanya.
“Oh Kama’ masiga begao lao mipelei di lino, oh iyami anakmu pura nasangmi sumangi maandar pelambamu massoso alawena,” begitu sepenggal lirik lagu yang di bawakan gadis itu.
terjemahan
(Oh Ayah terlalu cepat engkau pergi meninggalkan kami di dunia, oh kami anakmu semua menangis mengiringi kepergianmu, menyesali diri kemudian)
Gadis cantik yang diketahui bernama Hijrah Leta itu merupakan salah satu personel sanggar Kaka’u. Saat membawakan lagu itu, ia terlihat begitu menghayati dan begitu emosional hingga air matanya terus membasahi pipinya. Malam itu ia berhasil menarik perhatian semua orang.
Di balik penghayatan akan lagu Kama’ yang dinyanyikannya itu, rupanya Hijrah teringat kenangan akan mendiang ayahnya yang telah meninggal beberapa tahun silam. Tak heran jika gadis yang juga merupakan salah satu penata tari Kaka’u ini begitu hanyut dalam alunan lagu ciptaan Zulkifli Atjo ini.
“Ya tidak bisa kutahan tangisku tiba – tiba keluar makanya gemetar suaraku, sama yang endingnya juga begitu,” ucap Hijrah usai pentas.
Di akhir pementasan, sorak dan gemuruh tepuk tangan yang meriah dari penonton malam itu menandakan Kaka’u berhasil memukau para khalayak di Somba.
Saat di temui Gusmanto Mansyur mengatakan, tarian ini adalah tari kreasi garapan baru dari Sanggar Kaka’u Kabupaten Majene yang terinspirasi dari Lagu berjudul KAMA’ Ciptaan Zulkifli Atjo.
Sanggar seni yang berdiri sejak 1 Agustus 2012 ini memiliki 21 personel, terdiri dari empat Penari pria dan sembilan penari wanita, sedangkan delapan orang lainnya adalah pemusik yaitu Manto, Wawan, Iwan, Halim, Jafar Ahamad, Qisti, Yaya, dan Yusran. Penata tari sanggar yang sudah beberapa kali mengikuti festival seni di tingkat lokal dan Internasional ini dimentori Herawaty Amir dan Hijrah Leta.(Ashari)