Kasatpol PP Majene, Zaenal Arifin.
Majene, mandarnews.com – Desakan mahasiswa Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Bina Bangsa Majene (BBM) agar mendapat perlindungan dari gangguan polusi atau kebisingan dari sarang walet di sekitar kampus belum menemui titik terang.
Pasalnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Majene mengaku belum bisa bertindak tegas karena terkendala regulasi, dalam hal ini Peraturan Daerah (Perda) tentang Sarang Burung Walet yang saat ini belum terbit.
Kepala Satpol PP Majene Zaenal Arifin mengatakan, meskipun Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42 Tahun 2017 yang melarang bangunan usaha sarang burung walet berada dekat dengan sarana pendidikan, tempat peribadatan dan perkampungan telah ada, namun Perbup tersebut tidak mengatur tentang pidana, denda, atau materi.
“Jadi, Perbup tidak kuat untuk melakukan eksekusi, tidak bisa ada denda, pidana, atau materi,” jelas Zaenal yang akrab disapa Enal, Rabu (13/7), saat dikonfirmasi di ruang kerjanya.
Menurutnya, Perbup hanya bersifat persuasif atau sebatas hanya bisa memberikan teguran bagi pemilik usaha sarang burung walet karena dibuat mengantisipasi lebih dulu sebelum ada Perda.
Meski demikian, Enal mengaku, saat ini telah melakukan pengajuan pengusulan pembentukan Perda. Sejak dua minggu yang lalu pihaknya telah melakukan asistensi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulbar.
“Prosesnya sudah di Kemenkumham dan sudah masuk di DPRD Program Legislasi Daerah (Prolegda),” sebut Enal.
Ia pun berharap, penyelesaian penerbitan Perda sudah dapat dilakukan tahun depan.
“Insya Allah akan dilakukan secepatnya, tahun depan sudah action,” tandas Enal.
Pihaknya juga sudah menyampaikan kepada pemilik usaha sarang burung walet bahwa meskipun saat ini Perbup tidak keras, tapi tetap melanggar dan ketika Perda nanti ada, tidak mungkin ada izin yang diberikan oleh pemerintah karena jaraknya memang dekat dengan kampus, apalagi di lapangan banyak keluhan mahasiswa.
Tanggapan Mahasiswa.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIKES BBM Muhammad Algifari mengaku kecewa dengan sikap Satpol PP yang dinilainya sekadar mencari-cari alasan sehingga tidak juga bertindak tegas.
Menurut Algifari, Perbup juga adalah produk hukum yang mesti ditegakkan dan dihormati.
“Selain soal sarang walet yang sangat mengganggu, Satpol PP Majene tetap bisa menindak dengan aturan mengenai Izin Bangunan karena semua bangunan yang akan didirikan wajib punya izin. Bangunan itu tidak ada izin, harusnya Pemkab dan DPRD pro aktif, bangunan tidak ada izin harusnya ditindak,” kata Algifari saat dikonfirmasi, Kamis (14/7).
Ia menambahkan, selain kecewa dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), mahasiswa juga sangat menyesalkan tiadanya perhatian dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Majene.
Seperti diketahui, mahasiswa STIKES BBM pada beberapa bulan lalu telah menggelar unjuk rasa ke DPRD Majene memprotes bangunan walet yang tidak berizin dan mengganggu aktivitas pembelajaran.
Mahasiswa mengaku belum melihat respons positif dari DPRD Majene untuk melindungi perkuliahan.
“Ini yang sangat ironis, Majene klaim sebagai Kota Pendidikan di Sulbar, untuk melindungi mahasiswa belajar saja tidak bisa. Coba pikir, bagaimana mahasiswa bisa belajar dengan baik kalau diganggu terus dengan suara walet yang bising,” ucap Algifari.
Pihaknya pun menegaskan sedari awal akan tetap mengawal permasalahan ini.
“Bukan berarti ada niat untuk memutus tali rantai pencaharian masyarakat, namun kami berfokus pada peraturan yang telah dibuat namun tidak sama sekali menjadi bahan acuan,” tutur Algifari.
Mereka juga menilai sikap Satpol PP yang menyatakan agar pemilik sarang burung walet segera menyelesaikan surat izin bangunan amatlah keliru dan bentrok antara aturan yang ada, secara tidak langsung Satpol PP melegalkan untuk melanggar aturan yang ada. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia