Sarinah Rahma, Wakil Ketua Pergerakan Sarinah GMNI Mamuju.
Mamuju, mandarnews.com – Dugaan pelecehan seksual verbal yang dilaporkan Guru perempuan Sekolah Dasar (SD) Swasta di Kota Mamuju, jadi atensi para aktivis peremuan.
Menurut Wakil ketua pergerakan perempuan Sarinah GMNI Mamuju, Rahma, penanganan Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap laporan korban cenderung jalan ditempat.
Padahal menurut Rahma, Tindak kekerasan verbal yang dilakukan pelaku akan sangat berdampak pada psikologis korban. Hal itu karena dilakukan oleh oknum dilingkungan tempat korban bekerja.
“Kasus ini tidak boleh dianggap sepele, terutama karena kasus ini akan berdampak negatif terhadap psikologis korban. Terlebih kasus ini juga melibatkan anak-anak,” Kata Rahma, Minggu, (25/6/2023).
Selain itu, kata dia, perlunya kasus ini jadi perhatian khusus lantaran terjadi dilingkungan sekolah dan melibatkan anak-anak. Menurutnya kasus ini jadi pertaruhan keadilan penanganan kasus untuk perempuan di Mamuju.
“Tentu kasus ini perlu diatensi khsusu lantaran adanya pelibatan anak-anak didalmnya, kita tau bahwa anak-anak ini perlu dilindungi dan dibentuk. Tugas itu juga adalah bagian dari kewenangan negara dalam menjamin dan menyediakan pendidikan yang ramah bagi warganya terutama anak-anak dan perempuan,” ujarnya.
Baca juga : Kader GMNI Sulbar Raih Prestasi Mentereng Tingkat Nasional, Ini Pesannya di Hari Kartini
Menurut Mahasiswi Hukum itu, sejumlah upaya akan dilakukan untuk mengawal kasus itu. Salah satunya membangun aliansi gerakan perempuan.
“Jelas kami kedepan akan mengawal kasus ini, ada beberapa lembaga telah menyatakan kesiapan dan tegas kami meminta APH segera melakukan proses hukum. Stop kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan!!!. Anak adalah masa depan bangsa yang memiliki harapan besar untuk memajukan bangsa tidak pantas untuk dilecehkan dan mendapat kekerasan,” Tutupnya.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, total ada 457.895 kasus terjadi sepanjang tahun 2022. Sedangkan yag diadukan ke Komnas Perempuan sebanyak 4371 atau meningkat 49 kasus dari tahun sebelumnya.
61 persen diantaranya meruapakan kasus kekerasan personal dan kasus di ranah publik, tercatat total 2978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas
Perempuan.
“Dari 4371 kasus, 3442 merupakan kasus kekerasan berbasis gender. Artinya kekerasan seksual terjadi karena strukturul sosial yang memungkinkan karena dia perempuan,” kata ketua Komnas Perepuan Andy Yentriyani di Mamuju, Jumat 23 Juni 2023.