Bupati Mamasa, Ramlan Badawi
Mamasa, mandarnews.com – Adanya upaya pemerataan satuan pendidikan dari pemerintah pusat yang kini dikenal sebagai sistem zonasi pendidikan tentu menemui tantangan dalam pelaksanaannya.
Hal tersebut menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dimana Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana (sapras) menjadi tantangan pada tingkat daerah.
Menurut Kepala Sekolah (Kepsek) Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) I Sumarorong, Arnoldus saat dikonfirmasi via telepon, Sabtu (29/6/2019), sistem zonasi pendidikan untuk Mamasa sebenarnya tidak cocok mengingat faktor geografis berupa letak sekolah-sekolah yang tidak tertata baik, sehingga jika harus diterapkan maka untuk SMK hanya bisa zonasi pada jurusan tertentu, dan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat dilakukan zonasi.
“Tapi mestinya dibarengi dengan bantuan pemerintah untuk kelengkapan sapras dan ketersediaan guru yang sama kualitasnya untuk semua sekolah, karena sistem zonasi ditujukan oleh pemerintah untuk menyamakan derajat semua sekolah dimana tidak ada lagi sekolah unggulan,” ungkap Arnoldus.
Sebagai contoh, lanjutnya, ada sekolah yang kelebihan guru Bahasa Inggris atau Matematika, tetapi ada sekolah yang tidak memiliki guru itu.
“Jadi, yang harus ditata dulu adalah SDM, kemudian kelengkapan sapras yang sama, barulah zonasi siswa sebab mengapa masyarakat kesana kemari mencari sekolah sementara dekat rumahnya ada sekolah karena faktor itu,” papar Arnoldus.
Menurutnya, kecenderungan masyarakat sekarang mencari mutu. Biar mahal yang penting berkualitas.
Sementara Bupati Mamasa, Ramlan Badawi saat dikonfirmasi, Jumat (28/6/2019) menyampaikan, sebenarnya sistem zonasi pendidikan tidak terlalu masalah pada tingkat daerah, khususnya Kabupaten Mamasa.
“Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana agar setiap satuan pendidikan tidak ada perbedaan atau terjadi kesetaraan,” ujar Ramlan.
Kedepan, kata Ramlan, tugas Pemerintah Daerah (Pemda) adalah bagaimana menciptakan suasana pendidikan yang sama tanpa ada perbedaan kesempatan pada si kaya dan si miskin agar semua masyarakat memiliki peluang yang sama dalam memperoleh pendidikan.
“Karena pendidikan telah menjadi hal yang ditegaskan dari pemerintah pusat, maka besaran anggaran 20% dari APBD Mamasa tetap akan difokuskan pada pembenahan sektor pendidikan di Mamasa,” sebut Ramlan.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Mesakada, Ayub berpendapat saat dikonfirmasi, Minggu (30/6/2019), pemerataan untuk setiap sekolah memang sangat diperlukan agar prinsip keadilan benar-benar tercapai, namun yang harus menjadi perhatian utama adalah bagaimana kualitas guru setara tiap sekolah.
“Intinya, jika memang zonasi pendidikan akan dilakukan maka kualitas sekolah dan guru mesti diutamakan,” ucap Ayub.
Dilansir dari Kompas.com, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), berikut sembilan poin penting terkait sistem zonasi dan PPDB 2019:
1. Zonasi tidak hanya untuk PPDB
Mendikbud menegaskan pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan.
2. Redistribusi tenaga guru
Di masa mendatang, redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan akan menggunakan pendekatan zonasi. Hal ini diharapkan dapat mempercepat pemerataan kualitas pendidikan.
Menurut Mendikbud, setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya. Rotasi guru di dalam zona menjadi keniscayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang.
3. Sanksi pemda pelanggar PPDB
Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan, penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan yang berlaku, seperti teguran tertulis sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4. Zonasi bersifat fleksibel
Kendati demikian, penetapan zona itu prinsipnya fleksibel dan melampaui batas-batas wilayah administratif.
Misalkan, dikarenakan kendala akses ataupun daya tampung sekolah, maka sangat dimungkinkan pelebaran zona sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
Oleh karena itu, Kemendikbud tidak mengatur sampai detil sehingga pemerintah daerah dapat menyusun petunjuk teknis dengan lebih baik.
5. Tujuan kesetaraan dan keadilan
Pendekatan zonasi yang dimulai dari penerimaan siswa baru dimaksudkan memberikan akses lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi.
6. Peran serta sekolah swasta
Dalam kesempatan sama, Mendikbud meminta ketegasan dinas pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
7. Orangtua tidak perlu resah
Mendikbud juga meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Ia mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait sekolah favorit/unggulan. Ia memahami masyarakat masih resisten dengan konsep ini.
8. Prestasi siswa, bukan sekolah
Dikatakan Mendikbud, jangan sampai sekolah mengklaim sebagai unggulan hanya karena menerima anak-anak yang pandai dan umumnya dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan fasilitas penunjang belajar anak.
9. Pendidikan karakter
Pendekatan zonasi erat kaitannya dengan penguatan pendidikan karakter. Dijelaskan Mendikbud, sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, pemerintah mendorong sinergi antara pihak sekolah (guru), rumah (orang tua), dan lingkungan sekitar (masyarakat).
Ekosistem pendidikan yang baik tersebut diyakini dapat mudah diwujudkan melalui pendekatan zonasi. (Hapri Nelpan)
Editor: Ilma Amelia