
Yusril saat memperlihatkan bukti pembayaran pajak kliennya.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Uang pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) selama sembilan tahun salah seorang warga Kelurahan Takatidung, Kecamatan Polewali, bernama Sumaila, diduga disalahgunakan oleh oknum petugas yang menerima pembayaran tersebut.
Pengacara Sumaila, Yusril, kepada media mengatakan, dugaan penyalahgunaan tersebut terungkap saat kliennya ingin menerbitkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Setelah dicek di Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) untuk validasi, ternyata ada tunggakan pajak selama sembilan tahun dengan jumlah tunggakan Rp1.011.754,-,” ujar Yusril, Rabu (18/6/2025).
Padahal, Sumaila memiliki bukti pembayaran atau surat pemberitahuan pajak terutang.
“Artinya, mereka membayar PBB selama ini karena tidak mungkin menerima bukti pemberitahuan pajak selama sembilan tahun kalau tidak membayar,” sebut Yusril.
Setelah divalidasi, ternyata pembayaran Sumaila tidak tercatat di aplikasi Bapenda dan dianggap tunggakan, sedangkan proses penerbitan BPHTB tidak akan bisa dilakukan jika tidak menyelesaikan tunggakan.
“Apa yang harus dilakukan? Sementara penerbitan BPHTB itu memiliki jangka waktu selama tiga bulan. Kita dikejar waktu oleh Badan Pertanahan karena jika tenggat waktunya telah lewat, prosesnya akan dimulai dari awal lagi, seperti pengukuran, permohonan, dan sebagainya,” ucap Yusril.
Agar BPHTB bisa terbit, tambah Yusril, kliennya harus membayar lagi alias dobel karena catatan di kas daerah menyatakan kalau ada piutang di luar, termasuk pajak yang tidak disetor ini. Hal ini tentunya merugikan masyarakat yang taat membayar pajak.
“Klien saya ini membayar pada petugas di kelurahan dan sudah memperlihatkan bukti pembayaran ke Bapenda tapi tidak diterima, malah diminta untuk klarifikasi ke kelurahan karena bukan mereka yang menerima pembayaran. Kelurahan juga bilang tidak bisa,” tutur Yusril.
Ia membeberkan, Wakil Bupati Polewali Mandar sendiri pernah mengalami hal yang seperti ini atas bangunan di Wonomulyo.
“Wabup kita sendiri ada tunggakan pajak padahal memiliki bukti pembayaran, apalagi masyarakat kita,” tukas Yusril.
Dirinya berpendapat, hal ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena ada dana yang disalahgunakan.
“Kita tidak tahu pembayaran ini sangkut di mana, apakah di kecamatan atau di tempat lain, nanti kita akan telusuri karena kasus ini akan kami laporkan ke kejaksaan. Apalagi, kasus ini bukan hanya terjadi di Kelurahan Takatidung, tapi ada juga di Kelurahan Darma,” imbuh Yusril.
Saat dikonfirmasi lewat telepon, Kepala Bapenda Polewali Mandar, Alimuddin, menyampaikan jika hal itu mungkin terjadi saat sistem perpajakan masih menggunakan transaksi manual.
“Bisa juga sudah ada sistem yang baru di Bapenda, tapi di lapangan melalui pembantu kolektor masih manual melakukan pengecekan SPPT-nya sekaligus penagihan,” ungkap Alimuddin.
Faktanya di lapangan, meskipun sudah ada sistem di Bapenda, namun penyetorannya masih langsung ke layanan.
“Dalam kasus itu, oknum layanan telah menerima pembayaran tapi belum diteruskan ke kas daerah, sehingga dalam sistem itu belum ada pembayaran. Bisa jadi seperti itu, oknum itu menerima pembayaran dan memberikan bukti bayar atau kuitansi tapi tidak sampai di kas daerah. Jika pembayaran itu disetor, dipastikan dalam sistem tuntas,” ujar Alimuddin.
Saat ini, lanjutnya, Bapenda tidak menerima lagi pembayaran tunai, semua melalui rekening.
Salah satu tujuannya adalah untuk mencegah hal seperti ini, yaitu pembayaran pajak yang tidak disetorkan ke kas daerah. (ilm)