Kukendarai sepeda motor matic merah maronku menyusuri jalan tani yang sudah dirabat beton di Desa Totolisi Sendana Kecamatan Sendana Kabupaten Majene.
Hanya selang beberapa menit, sekira dua kilo meter dari jalan poros Majene-Mamuju, arah Barat menuju Timur Desa Totolisi Sendana, dengan jalan sedikit mendaki, akhirnya saya tiba di hamparan sawah, yang masih dalam wilayah Desa Totolisi.
Sawah tadah hujan sekira belasan hektar yang dikelilingi perbukitan yang menghubungkan Totolisi dengan Desa Pundau dan Desa Sendana.
Cukup indah memang, pemandangannya. Apalagi semua sawah diTumbuhi padi yang sebagian sudah mulai menguning, dimana pemiliknya rata-rata sudah menjaganya dari burung pipit, yang sering bergerombol tiba-tiba muncul di sekitaran sawah yang beberapa hari sebagian sudah siap dituai atau dipanen.
Dalam perjalanan siang tadi, mataku tertuju pada sosok bocah sembilan tahun, yang sendiri duduk di gubuk, pinggir sawah.
Ternyata bocah tersebut sedang menjaga sawahnya dari gerombolan burung pipit yang kerap kali datang menyerang sawahnya untuk memakan padi.
Saat kuhampiri, bocah tersebut terlihat malu dan mungkin juga takut, karena melihat orang asing didepannya. Dia tidak lantas menyebut namanya, saat kutanya “nama kamu siapa dek?” Dia sejenak melempar senyuman simpul dan lantas menyebutkan namanya “nama saya Nurdin” .
Kami pun bercerita dan mulai akrab. Akupun kembali bertanya “kenapa sendiri dek?” Dia langsung menjawab “untuk hari ini saya sendiri, biasanya berdua sama kakak, mungkin nanti baru datang,” jawabnya.
Bocah yang saat ini sudah kelas 3 SD di SD Negeri 21 Totolisi dan akan memasuki tahun ajaran baru dan akan naik kelas empat ini berdomisili di Dusun Totolisi Tengah Desa Totolisi Sendana.
Nurdin memiliki 11 saudara. Dia mengaku anak ke-11 dari 12 bersaudara, dengan 4 perempuan dan 8 laki-laki, beberapa diantaranya sudah menikah.
Nurdin memanfaatkan libur sekolah untuk membantu orang tua menjaga padi di sawah, sambil bermain dengan rekan bocah sebayanya, yang sering datang saat dia di sawah.
Bocah tersebut juga mengaku bahwa ayahnya seorang tukang kayu. Ayahnya saat ini bekerja, sehingga dia dan kakaknya yang masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah Totolisi menggantikan sang ayah, dimana biasanya mereka bersama-sama.
Dan setiap menjaga sawahnya, bocah ini selalu membawa bekal, karena biasanya seharian dia berada di sawah.