Puluhan massa aksi datangi kantor Bupati Majene, Selasa (8/2).
Majene, mandarnews.com – Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Mahasiswa Majene mendatangi Kantor Bupati Majene, Selasa (8/2) untuk melakukan aksi unjuk rasa.
Mereka menuntut agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene, khususnya Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga (Disdikpora) agar serius mengurusi pelayanan pendidikan yang mereka anggap gagal dan buruk.
Abdul Muid, Jenderal Lapangan (Jenlap) mengatakan, kedatangan kali ini untuk menyampaikan beberapa tuntutan massa aksi yang kiranya dapat ditindaklanjuti oleh Pemkab Majene.
“Pertama, SPMM meminta agar Pemerintah Kabupaten Majene bisa menindaklanjuti terkait perbaikan asrama mahasiswa Majene di Jogjakarta,” ujar Murid.
Ia menyampaikan, sejak berdirinya asrama mahasiswa Majene di Jogjakarta yang diresmikan 2004 hingga saat ini belum pernah disentuh oleh pemerintah daerah untuk diperbaiki, kecuali perbaikan ringan yang dilakukan sekali saja pada tahun 2013 seperti perbaikan WC.
“Kondisinya sangat memprihatinkan karena sudah rapuh, beberapa atap bahkan bocor sehingga air masuk di ruangan,” sebut Muid.
Kedua, lanjutnya, yang sangat memerlukan keseriusan Pemkab adalah terkait transparansi anggaran beasiswa bagi siswa atau mahasiswa miskin dan berprestasi Majene.
“Dari Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga tidak pernah transparan memberikan informasi atau data-data terkait penerima bantuan beasiswa,” ucap Muid.
SPMM curiga, karena tidak transparansi itu memungkinkan terjadinya nepotisme.
“Selama ini tidak diberikan data terkait hal itu. Anggaran tahun ini ditambahkan karena hanya melalui itu siswa dan mahasiswa bisa merasakan pendidikan, baik di daerah maupun luar daerah,” ungkap Muid.
Dampak tidak transparansinya informasi dan data-data beasiswa akan mengakibatkan pendidikan yang seharusnya dirasakan oleh warga Majene menjadi tidak merata.
“Justru tersiar kabar bahwa penerima bantuan beasiswa hanya diterima oleh orang-orang tertentu saja, bukan bagi siswa yang berprestasi atau miskin,” tandas Muid.
Ketiga, tambahnya, tuntutan utama dari mahasiswa adalah pembentukan Peraturan Bupati (Perbup) karena itu menjadi langkah teknis untuk merealisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelayanan Pendidikan di Kabupaten Majene.
“Saya melihat bahwa daulat Kota Pendidikan Majene sangat tidak mencerminkan yang terjadi. Terbukti, toko buku di Majene tidak ada sama sekali. Itu sangat memprihatinkan sebagai kota atau kabupaten yang bergelar Kota Pendidikan,” tutur Muid.
Terakhir, massa aksi meminta agar Pemkab Majene membentuk satu posko di kecamatan untuk menyinergikan sekolah formal dan non formal karena sudah ada di dalam Perda bahwa setiap kecamatan dibentuk posko pendidikan.
“Tapi buktinya, sampai hari ini mulai 2014 sampai 2022 belum ada terbentuk terkait hal itu,” tukas Muid.
Sementara itu, Pemkab Majene melalui Kepala Disdikpora H. Mithar mengakui bahwa memang selama ini dalam pengurusan sebelumnya tidak memiliki data tentang bantuan beasiswa tersebut.
“Saya berjanji bahwa tidak ada lagi penerimaan beasiswa yang tidak melalui Dinas Pendidikan,” imbuh H. Mithar.
Ia bahkan meminta agar ada dua perwakilan dari mahasiswa untuk ikut membantu memverifikasi data penerima bantuan beasiswa.
“Jabatanku pun siap menjadi jaminan atas pernyataan ini. Tahun ini juga akan ada anggaran sebanyak Rp350 juta yang diperuntukkan untuk beasiswa,” tandas H. Mithar.
Terkait posko pendidikan, H. Mithar berjanji akan menindaklanjuti hal itu. Untuk sementara ini, Dinas Pendidikan akan dijadikan posko pendidikan sementara dan yang ingin memberikan masukan bisa datang langsung ke Dinas Pendidikan.
Sementara terkait dua tuntutan lain oleh SPMM mengenai perbaikan asrama mahasiswa Majene di Jogjakarta dan pembentukan Perda implementasi Kota Pendidikan belum melahirkan solusi.
Pasalnya, Bupati Majene sebagai pengambil kebijakan tidak dapat hadir saat itu dengan alasan tengah menghadiri pertemuan dengan investor.
Tetapi, Pemkab mengundang pihak mahasiswa pada Rabu (9/2) sekitar pukul 11:00 Wita untuk hadir dan ikut berdiskusi membahas hal tersebut. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia