Salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar dalam percaturan sejarah Mandar adalah Kerajaan Balanipa. Kerajaan Balanipa tergabung dalam persekutuan kerajaan Pitu Baqbana Binanga (Tujuh Muara Sungai) dengan status sebagai Ama/Kamaq (Bapak) dengan pengertian sebagai Ketua. Wilayah Kerajaan Balanipa meliputi daerah Kabupaten Polewali Mandar dan sebagian wilayah Kabupaten Mamasa saat ini.
Sejak abad ke-9 Masehi nama Kerajaan Balanipa sudah terkenal dan disebut dalam Sure’ Galigo. Kerajaan Balanipa sendiri mengalami beberapa fase pemerintahan, yakni Masa Tomakaka, Masa Pappuangang, dan Masa Kerajaan.
Kerajaan Balanipa memiliki beberapa struktur pejabat pemerintahan yang mempunyai tugas masing-masing. Selain dikenal Maraqdia sebagai raja atau kepala pemerintahan, juga ada istilah Sappulo Sokkoq Adaq (Sepuluh Songkok Hadat) yang membantu raja dalam melaksanakan tugasnya.
Secara lengkap struktur tersebut seperti dikutip dari buku Ensiklopedia Sejarah, Tokoh, dan Kebudayaan Mandar karya Suradi Yasil adalah Maraqdia Balanipa, Maraqdia Matoa Balanipa, dan Maraqdia Malolo Balanipa. Sedangkan yang termasuk dalam Sappulo Sokkoq Adaq adalah Paqbicara Kaiyyang, Paqbicara Kenjeq, Pepuangan Limboro, Pepuangan Biring Lembang, Pepuangan Koyong, Pepuangan Lambeq, Pepuangan Lakka, Pepuangan Ruiq, Pepuangan Tenggelang, dan Pepuangan Luyo.
Jabatan yang paling penting dalam sebuah kerajaan tentu adalah raja, begitu pula dengan Kerajaan Balanipa. Oleh karena itu, Maraqdia (raja) Balanipa tidak boleh bertindak sendiri. Dalam merencanakan dan melaksanakan pemerintahan sampai kepada hal-hal tertentu dalam urusan pribadi raja seperti pernikahan, penyunatan atau beberapa acara keluarga yang pelaksanaannya secara adat dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga gotong royong Maraqdia Balanipa harus bermusyawarah mufakat dengan anggota hadat.
Dalam pengangkatan Maraqdia Balanipa yang baru calonnya adalah hasil musyawarah mufakat oleh Hadat Appeq Banua Kaiyyang (Empat Negeri Besar) yaitu Napo, Samasundu, Mosso, dan Todang-Todang. Calon yang diusulkan disampaikan kepada Pepuangan Limboro dan Pepuangan Biring Lembang. Kedua pepuangan inilah yang akan membawakan nama calon tersebut dalam Sidang Hadat Balanipa. Jika didapatkan persetujuan yang bulat dari anggota hadat, maka calon raja dapat diproses untuk selanjutnya dilantik sebagai raja.
Selain untuk menentukan calon raja baru, musyawarah mufakat bulat Sidang Hadat Balanipa juga dapat memecat raja, namun raja tidak dapat memecat anggota hadat. Anggota hadat dapat dipecat melalui persetujuan Kaum Hadat dan pejabat lain yang mempunyai kewenangan untuk memecat dan mengangkat anggota hadat.
Persyaratan untuk menjadi calon raja sendiri tidak mutlak harus berasal dari keturunan langsung dari raja yang meletakkan jabatan atau yang berhalangan tetap, tetapi juga termasuk keturunan raja-raja terdahulu yang berasal dari keturunan I Manyambungi yang bergelar Todilaling sebagai Maraqdia pertama Balanipa.
Salah seorang sejawaran Mandar Muhammad Munir mengemukakan bahwa selain syarat tersebut, calon Maraqdia Balanipa seharusnya memiliki sifat mamea gambana (berani), tamma mangaji (khatam Al-Qur’an), dan marete panno pindang dadzanna (berintegritas). Meskipun di kemudian hari banyak Maraqdia Balanipa yang tidak memenuhi kriteria tersebut.
Maraqdia Matoa Balanipa bukan berarti raja tua atau mantan raja, namun memang merupakan nama salah satu jabatan dalam Kerajaan Balanipa. Pemegang jabatan dicalonkan oleh raja sendiri dan berdasarkan kadar kebangsawanannya berhak untuk menduduki posisi raja. Maraqdia Matoa adalah wakil raja yang pengangkatannya berdasarkan persetujuan dari anggota hadat.
Maraqdia Malolo Balanipa adalah panglima angkatan perang kerajaan yang syarat pengangkatannya sama dengan Maraqdia Matoa Balanipa. Bertanggung jawab kepada raja dan membawahi empat angkatan perang Kerajaan Balanipa yaitu Joaq Matoa (pasukan pengawal raja), Joaq Passinapang (pasukan bersenapan), Joaq Pakkabusu (pasukan berpanah) dan Joaq Paqburasang (pasukan bersumpit).
Paqbicara Kaiyyang adalah anggota dewan hadat yang bertugas sebagai hulubalang untuk jurusan barat. Puang Sodo adalah orang yang pertama kali diangkat sebagai Paqbicara Kaiyyang yang diperkirakan pada masa pemerintahan Tomapayung atau Todijalloq sehingga selanjutnya calon untuk Paqbicara Kaiyyang adalah keturunan dari Puang Sodo.
Paqbicara Kenjeq adalah anggota dewan hadat yang bertugas sebagai hulubalang untuk jurusan timur. Yang menduduki jabatan ini pertama kali adalah Manjalling, putra Maraqdia keempat Balanipa yang bukan berasal dari seorang permaisuri.
Pepuangan Limboro adalah anggota dewan hadat yang bertugas sebagai hulubalang untuk jurusan utara. Calon untuk menduduki posisi ini adalah keturunan dari Puang Dipoyosang sebagai orang pertama yang menjabat sebagai Pepuangan Limboro.
Pepuangan Biring Lembang adalah anggota dewan hadat yang bertugas sebagai hulubalang untuk jurusan selatan. Yang menduduki jabatan ini pertama kali adalah anak tiri Puang Dipoyosang sebagai balas jasa karena telah menjadi utusan ke Kerajaan Gowa untuk menerima lontara yang digunakan sebagai pedoman menjalankan peraturan di Kerajaan Balanipa.
Pepuangan Koyong adalah anggota hadat yang bertugas sebagai kepala pemerintahan Banua Tangnga-Tangnga. Jabatannya kira-kira setingkat kepala desa dan kadang merangkap jabatan sebagai syahbandar.
Pepuangan Lambeq adalah anggota hadat yang bertugas sebagai kepala pemerintahan Banua Lambeq yang terletak di sebelah timur Banua Tangnga-Tangnga. Sama seperti Banua Tangnga-Tangnga, Banua Lambeq juga terletak di pinggir pantai.
Pepuangan Lakka adakah anggota hadat yang bertugas sebagai kepala pemerintahan Banua Lakka. Wilayahnya meliputi Karama, Kota, dan Manjopai yang terletak di sebelah timur Banua Lambeq.
Pepuangan Ruiq adalah anggota hadat yang tidak mempunyai wilayah pemerintahan sendiri. Bertugas khusus sebagai duta/utusan Kerajaan Balanipa untuk menghubungi kerajaan-kerajaan yang lain.
Pepuangan Tenggelang adalah anggota hadat Kerajaan Balanipa. Yang pertama diangkat adalah Maraqdia Baro-Baro yang berjasa besar membantu Kerajaan Balanipa memerangi Kerajaan Passokkorang.
Dan yang terakhir adalah Pepuangan Luyo, yang pertama diangkat menjadi Pepuangan Luyo adalah Topole di Malumbo yang juga membantu Kerajaan Balanipa memerangi Kerajaan Passokkorang.
Dari struktur Kerajaan Balanipa tersebut dapat dilihat bahwa pada zaman dahulu kehidupan berdemokrasi juga sudah diterapkan oleh nenek moyang. Hal tersebut dapat ditemukan pada mekanisme pengangkatan dan pemecatan raja yang diputuskan melalui Sidang Hadat Kerajaan Balanipa.(*)