Selain itu, ada juga yang masih hangat, kasus 31 Oktober 2019 yakni, matinya Dua wartawan (Media Pindo Merdeka) Maraden Sianipar dan Martu Siregar. Keduanya, ditemukan tewas di areal perkebunan kelapa sawit PT SAB/KSU Amelia, Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pembunuhan diduga terkait sengketa lahan perkebunan sawit yang telah disita untuk dijadikan kawasan hutan. Inspektur Jenderal Agus Andrianto, Kapolda Sumut, mengatakan bahwa otak pembunuhan adalah pemilik perkebunan kelapa sawit KSU Amelia, HR, yang memerintahkan 8 orang untuk membunuh kedua wartawan ini.
Itu hanyalah sebagian kecil contoh kasus, yang dimana secara tidak langsung memperlihatkan ‘takdir seorang jurnalis ketika membalela kekuasaan penguasa’.
Bahkan, yang baru terjadi lagi beberapa hari yang lalu di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Seorang wartawan (Media Sulawesion.com) Demas Laira ditemukan tewas di Jalan Poros Mamuju – Palu dengan luka tusukan sedikitnya 8 kali tusukan.
Kasus Demas saat ini, masih ditangani oleh pihak yang berwenang. Karena sampai saat ini belum diketahui pelaku dan motif dari pembunuhan ini. Apakah ada sangkut paut dengan profesi atau seperti apa. Yang jelasnya, Demas cukup terkenal memberikan berita kontrol, yang bisa dibilang cukup mengusik kesenangan dari kekuasaan penguasa.
Jadi, sungguh sangat banyak kasus yang memperlihatkan takdir – takdir jurnalis ketika membalela kekuasaan penguasa.
Harusnya, kebebasan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yang harus dijaga bersama. Karena itu kebebasan pers harus diisi sesuai prinsip-prinsip demokrasi. Jadi ada tiga tolok ukur atau indikator dalam prinsip kebebasan pers, yaitu UU Pers sebagai aturan hukum; kode etik jurnalistik sebagai panduan kerja; dan Dewan Pers serta masyarakat sebagai pengawas. Koridor tentang pers saat ini ada di UU Pers. Persoalannya, UU Pers belum diterapkan oleh penegak hukum dengan baik, masyarakat belum sepenuhnya menggunakan UU Pers untuk menyikapi permasalahan pers dan kalangan pers sendiri masih ada yang tidak menaati UU Pers.
Bahkan, tak sedikit pula pers atau perusahaan media yang tidak mendapat perhatian dari dewan pers ketika bermasalah. Alasannya pun bervariatif, mulai dari media yang tidak mempunyai badan hukum, hingga media yang tidak terverifikasi di Dewan Pers.
Yang pada akhirnya, juga membuat Media Siber dan Nawala (Surat Kabar) gulung tikar.(*)