Kapolres Majene AKBP Febryanto Siagian saat konferensi pers penetapan tersangka, Kamis (7/10) di aula Polres Majene.
Majene, mandarnews.com – Kepolisian Resor (Polres) Majene menetapkan tiga orang kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene sebagai tersangka pasca aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan antara anggota Polres Majene dan HMI satu minggu lalu.
Penetapan tersangka disampaikan langsung oleh Kepala Polres Majene Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Febryanto Siagian di depan awak media, Kamis (7/10) di aula Polres Majene.
Menurut AKBP Febryanto, tiga kader HMI ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti melakukan pemukulan atau pengeroyokan terhadap anggota Polres Majene yang melakukan pengamanan aksi di depan kantor Bupati Majene, Kamis (30/9) lalu.
Penetapan tersangka, kata AKBP Febryanto, berdasarkan bukti yang cukup didapatkan dari hasil pemeriksaan korban dan saksi serta barang bukti hasil visum.
“Empat kader HMI sebagai tersangka kita lakukan pemanggilan, namun satu di antaranya tidak memenuhi pemanggilan sehingga tiga kami tetapkan tersangka,” ujar AKBP Febryanto.
Ia menyampaikan, setelah ditetapkan sebagai tersangka, tiga kader HMI itu langsung dilakukan penahanan.
“Persangkaan pasal untuk tiga tersangka adalah Pasal 170, 151 junto Pasal 55 dan 212 dengan ancaman hukuman penjara di atas 4 tahun,” sebut AKBP Febryanto.
Dalam peristiwa tersebut, lanjutnya, satu orang anggota Polres Majene menjadi korban. Kronologi kericuhan bermula saat beberapa oknum mahasiswa hendak melakukan pembakaran ban serta penahanan mobil truk, namun anggota Polres Majene yang melakukan pengamanan aksi melarang agar tidak terjadi kemacetan.
“Namun, anggota kami dipukuli, saat anggota kami berlari juga dikejar bahkan sampai terjatuh ke dalam selokan hingga dipukuli lagi,” ucap AKBP Febryanto.
Inisial mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah S, N dan A. Sementara korban dari anggota Polres Majene berinisial H.
AKBP Febryanto menjelaskan bahwa setiap orang bebas menyampaikan pendapat, namun tentu harus mengacu pada pasal perundang-undangan serta tidak melakukan tindakan anarkis.
“Jujur, kami menyayangkan aksi tersebut, kami datang untuk mengamankan tapi kenapa justru anggota kami yang dikeroyok,” tandas AKBP Febryanto.
Ia mengimbau kepada mahasiswa atau kaum intelektual, silakan menyampaikan pendapat, silakan berunjukrasa tapi harus tertib, mengacu pada undang- undang dan tidak melakukan tindakan anarkis.
Terkait penahanan kader HMI, Koordinator Lapangan saat aksi Bahtiar menerangkan, ada penyesalan terbesar terhadap pihak keamanan yang seharusnya bekerja melakukan pengawalan dan mengayomi massa aksi hingga turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
“Namun, kita jumpai saat aksi berjalan, justru kita lihat terjadi pemprovokasian yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” tutur Bahtiar.
Menurut Bahtiar, pemprovokasian dilakukan oleh beberapa oknum aparat keamanan yang tidak menggunakan seragam sehingga memudahkan untuk melakukan provokasi yang merupakan preman-preman yang sengaja merusak aksi.
Sementara itu, terkait tudingan Polres Majene yang menilai anggota HMI melakukan penganiayaan Bahtiar menganggap bahwa ada pemutarbalikan fakta yang sengaja membungkam suara-suara mahasiswa dengan cara-cara yang dilakukan oleh pihak keamanan.
“Kami juga punya bukti siapa yang pertama kali melakukan pemukulan dan memprovokasi massa aksi,” imbuh Bahtiar.
Setelah tiga kader HMI Cabang Majene ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya akan melakukan upaya hukum, yaitu menyurat kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengurus Besar (PB) HMI untuk mengawal kasus ini, termasuk kepada Ombudsman Sulawesi Barat.
(Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia