
Tradisi toyang roeng, pengantin menaiki bianglala mini.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Matahari memancarkan cahaya redup ketika sepasang pengantin yang diapit oleh keluarga masing-masing duduk bersimpuh di karpet yang dihamparkan di bawah toyang roeng, bianglala mini berbahan kayu dengan empat tempat duduk yang memiliki tinggi kurang lebih tiga meter.
Di hadapan sang pengantin, imam, dan keluarga yang mendampingi, tersaji satu baki yang berisi berbagai macam jenis pisang, sokkol beraneka warna, telur rebus, dan potongan-potongan ayam bakar.
Usai pembacaan doa yang dipimpin oleh imam, pengantin wanita duduk di salah satu kursi toyang roeng, diikuti oleh pengantin pria dan dua orang keluarga mempelai.
Toyang roeng kemudian diputar menggunakan tenaga manusia, menciptakan pemandangan yang menarik perhatian warga sekitar.
Setelah tiga putaran, toyang roeng berhenti dan posisi sang pengantin digantikan oleh orang lain yang juga tertarik mencoba bianglala mini itu.
Salah satu keluarga dari pengantin wanita, Nasir, menyampaikan jika toyang roeng harus menghadap ke arah kiblat.
“Sama dengan saat mendirikan rumah yang diawali dengan menghadap ke kiblat. Bermakna agar rumah tangga kedua pengantin kedepannya harmonis,” ujar Nasir, Jumat (21/2/2025).
Ia menceritakan, orang-orang tua di keluarga mereka yang berasal dari Mandar Tande mengharuskan melakukan tradisi toyang roeng, tidak boleh tidak.
“Tapi, tidak bisa sembarangan juga orang yang melakukannya, hanya dari keturunan tertentu. Kalau tidak dilaksanakan, rumah tangga akan diterpa masalah,” kata Nasir.
Adapun toyang roeng yang diputar sebanyak tiga kali atau tujuh kali diumpamakan seperti roda kehidupan atau dunia yang terus berputar.
Pegiat budaya Mandar, Ifrad Welly, membenarkan kalau toyang roeng hanya wajib dilakukan oleh keluarga tertentu.
“Sehingga, bagi keluarga dimaksud, dimana pun mereka berada, jika ingin melangsungkan pernikahan maka wajib melaksanakan tradisi toyang roeng,” sebut Ifrad.
Beliau berkisah, menurut salah seorang dari keluarga dimaksud, hal ini berawal dari neneknya di zaman dahulu.
“Karena suatu kejadian, dia berjanji kalau selamat akan menyediakan yang namanya toyang roeng. Juga disampaikan bahwa seluruh keluarganya, anak cucunya, diwajibkan untuk melaksanakan toyang roeng dan dijadikan tradisi turun temurun di keturunannya ketika melangsungkan pernikahan,” ucap Ifrad.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Polewali Mandar, Amiruddin, yang turut menaiki toyang roeng tersebut, mengapresiasi pihak pengantin wanita yang membuka kembali ruang budaya toyang roeng ini.
“Budaya ini sudah lama sekali. Kenapa saya naik? Karena saya rindu dengan budaya ini,” tutur Amiruddin.
Dirinya berharap media bisa menggaungkan kembali budaya ini, begitu juga dengan orang-orang tua dan pemerhati budaya sehingga toyang roeng bisa tampil di event-event kebudayaan. (ilm)