
Aksi unjuk rasa PMII Komisariat IAI DDI di depan Kantor PDAM Wai Tipalayo Polewali Mandar.
Polewali Mandar, mandarnews.com –
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Institut Agama Islam (IAI) Darud Dakwah wal Irsyad (DDI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Wai Tipalayo Kabupaten Polewali Mandar, Senin (21/4/2025).
Sambil membawa spanduk bertuliskan “Rapor Merah BUMD Polman, #Evaluasi Kinerja PDAM, #Evaluasi Kinerja Rumah Kemasan” dan membakar larangan, peserta aksi bergantian menyampaikan orasinya.
Selain menyoroti soal kinerja PDAM Wai Tipalayo, unjuk rasa ini juga menyoroti perihal Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Kemasan yang dirasa hanya menghabiskan anggaran tanpa memberikan kontribusi yang berarti.
“PDAM dan Rumah Kemasan berjalan tidak sesuai yang diharapkan, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar salah satu peserta aksi, Ali Wardana, dalam orasinya.
Ali turut membacakan empat tuntutan yang dibawa PMII, yaitu mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polewali Mandar untuk melakukan evaluasi terhadap Direktur PDAM, mendesak Inspektorat untuk melakukan audit terhadap Direktur PDAM, mendesak Pemkab Polewali Mandar untuk melakukan Evaluasi terhadap UPTD Rumah Kemasan, dan mendesak Inspektorat untuk melakukan Audit terhadap Kepala UPTD Rumah Kemasan.
Peserta aksi lainnya, Yusuf, dalam orasinya meminta agar Direktur PDAM mendengarkan pernyataan mereka.
“Kami menganggap PDAM rancu dalam mengelola anggaran. Masyarakat sudah menjalankan kewajibannya, membayar iuran tiap bulan, tapi yang disetor tidak sesuai. Kalian tidak akan lepas dari kami, kami akan tetap mengejar kalian. Kinerja PDAM hancur,” kata Yusuf.
Usai lumayan lama menunggu kedatangan Direktur PDAM Wai Tipalayo yang tidak berada di kantor, akhirnya perwakilan massa diterima untuk audiensi.
Direktur PDAM, Muhammad Fadli, menyampaikan jika sejak menjabat sebagai direktur, dirinya belum pernah mengelola anggaran dari pemerintah. Apalagi, hal itu sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu.
“Kami memang mengelola anggaran, tapi bukan dalam bentuk uang. Yang diserahkan oleh Pemda adalah semua yang dibangun oleh APBN, baik itu oleh Balai atau oleh provinsi, mereka yang bekerjakan dalam bentuk kontraktual,” sebut Fadli.
Setelah pembangunan selesai, tambah Fadli, diserahkan ke Pemda, lalu diserahkan ke PDAM, itulah yang diklaim sebagai penyertaan modal.
“Itulah yang dikelola dengan cara menjadikan bangunan tersebut sebagai fasilitas, modal untuk menjalankan perusahaan. Dalam 10 tahun terakhir, Pemkab Polewali Mandar belum pernah melakukan penyertaan modal ke PDAM,” ucap Fadli lagi.
Ia menerangkan, selama dirinya menjabat sebagai Direktur PDAM, setiap tahun pasti untung. Terakhir, pada tahun 2024, keuntungan PDAM adalah Rp900 juta dalam bentuk kas, di luar dari investasi.
Mengenai deviden yang disetorkan pada tahun 2023, Fadli menguraikan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 54/2024 dan Peraturan Daerah (Perda) 23/2022 tentang BUMD, deviden diberikan ketika mencapai 20% dari modal yang disertakan Pemkab.
“Jadi, deviden baru bisa dimasukkan jika telah mampu melayani masyarakat sebanyak 80%. Pelayanan di Polman itu 43-47%, belum sampai 80%. Modal yang dimasukkan Pemda yaitu Rp38 M sekian, 20% dari Rp38 M itu adalah Rp9 M. Ketika keuntungan sudah mencapai Rp7-9M, baru bisa melakukan cadangan modal. Kelebihan dari cadangan modal itulah yang diberikan sebagai deviden,” tutur Fadli.
PDAM Wai Tipalayo pun akhirnya memasukkan deviden pada tahun 2023 sebesar Rp100 juta, dengan catatan ingin juga diberikan penyertaan modal dari Pemkab Polewali Mandar, jangan hanya dinas yang tidak jelas penyetoran PAD-nya yang diberikan setiap tahun.
Setelah berdialog, massa aksi pun meninggalkan Kantor PDAM Wai Tipalayo untuk melanjutkan pembekuan di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Polewali Mandar. (ilm)