Pembangunan rumah warga ini dihentikan karena berada dalam kawasan mangrove
Majene, mandarnews.com – Muhammad Tahir, seorang warga Majene tepatnya Lingkungan Tamo, Kelurahan Baurung, Kecamatan Banggae Timur, terpaksa harus menghentikan pembangunan rumahnya.
Meski sepetak pondasi seluas 5 x 6 meter dan tiang rumah sudah siap, Muhammad Tahir mau tidak mau harus menghentikan pembangunan rumahnya. Sebab, lokasi pembangunan rumah tersebut berada pada kawasan Hutan Mangrove Tamo.
Muhmmad Tahir mengaku tidak tahu adanya larangan pembangunan rumah di kawasan mangrove.
“Saya lihat orang-orang disini bisa, jadi saya pikir tidak apa-apa,” kata Tahir.
Sejumlah warga dan kepala Lingkungan Tamo protes agar pembangunan itu dihentikan. Terlebih lagi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Majene juga mengeluarkan perintah langsung untuk segera menghentikan pembangunan rumah tersebut.
Instruksi penghentian itu disampaikan saat DLHK Majene melakukan kunjungan ke lokasi pembangunan rumah tersebut tepatnya di wilayah RT 3, Lingkungan Tamo Timur, Selasa (12/3).
DLHK menyayangkan, warga sekitar kawasan mangrove Tamo ternyata belum mengindahkan larangan tentang perusakan kawasan yang masuk dalam lindungan negara, yakni hutan mangrove.
“Seharusnya masyarakat ikut menjaga kekayaan negara seperti kawasan mangrove yang ada di Lingkungan Tamo ini, bukan malah merusaknya,” ujar Seksi Pengaduan Penanganan dan Pengaduan Kasus DLHK Majene, Suriani Syam disela-sela kunjungan.
Suriani menyatakan, kasus tersebut masuk dalam kategori perusakan kawasan mangrove. Untuk itu, diberikan teguran keras dengan menghentikan pembangunan rumah dan melakukan pemulihan berupa penanaman mangrove.
“Kalau masyarakat tidak bisa, pemerintah punya program penanaman mangrove setiap tahun, kita upayakan akan menambal mangrove yang terlanjur rusak,” ungkapnya.
Lanjut Suriani, Pemerintah Daerah (Pemda) Majene selalu bertindak tegas dalam penanganan kasus lingkungan hidup. Salah satunya ialah tersedianya posko pengaduan masyarakat terkait laporan yang diduga merusak lingkungan hidup.
Ia juga menjelaskan, salah satu dasar hukum yang menjadi acuan perlindungan kawasan hutan mangrove ialah Undang-Undang nomor 32 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup yang mencantumkan ancaman pidana minimal 2 tahun dan maksimal 10 tahun dengan denda minimal 2 miliar, juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Permen LHK) nomor 205 tahun 2013 tentang Perusakan Mangrove.
Penyidik Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Harun juga menjelaskan, terdapat 3 aturan yang juga menjadi dasar perlindungan kawasan hutan mangrove, diantaranya UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun dengan denda maksimal 10 miliar, juga UU Kehutanan dan UU Tata Ruang.
“Tidak ada alasan untuk diperbolehkan, aturan sudah jelas dan beberapa kasus, pelakunya juga sudah ditangani,” terang Harun.
Harun mengimbau, pemerintah baik tingkat lingkungan, kelurahan dan kecamatan maupun dinas-dinas yang ada di kabupaten memberikan sosialisasi terhadap masyarakat agar tidak merusak sumber daya kelautan yang dilindungi.
Reporter: Misbah Sabaruddin