Majene, mandarnews.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Majene bersama mengunjungi makam tua di Malunda, Selasa (13/8). Masyarakat Malunda menyebut makam “To Kayyang Pudzung”. “To Kayyang Pudzung” diyakini sebagai nenek moyang masyarakat Malunda dan sekitarnya.
Kunjungan ke makam tua itu adalah rangkaian dari peringatan Hari Jadi Majene (HJM) yang ke 474. Makam tua tersebut terletak di Dusun Karang Lembang Desa Lombong Timur Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene.
Bupati Majene meyakini bahwa penyebutan To Kayyang Pudzung bukan berarti yang bersangkutan memiliki hidung yang besar. Meski dalam bahasa Mandar, “To Kayyang Pudzung” berarti “orang yang berhidung besar”.
“Di Mandar, dulu-dulu bahkan sampai sekarang kita terbiasa tidak menyebut langsung nama seseorang tapi gelarannya untuk menjaga ketersinggungan,” kata Bupati Majene, DR. Fahmi Massiara, dalam kunjungan ke Malunda dalam rangka ziarah ke makam To Kayyang Pudzung, Selasa (13/8).
Menurut Ketua DPRD Majene, Darmansyah, “To Kayyang Pudzung” hidup pada fase manusia ke 11. “Tokayyang Pudzung” merupakan turunan dari Pongka Padang. Ia juga menyebut, “To Kayyang Pudzung” belum tersentuh ajaran Islam.
Darmansyah berjanji akan mengulas lebih dalam tentang “To Kayyang Pudung” dalam orasi budaya yang akan disampaikannya pada puncak peringatan HJM ke 474.
Selain berziarah ke makam To Kayyang Pudzung, rombongan Pemkab Majene juga meninjau sumur tua di Malunda.
Menurut Camat Malunda, Jamaluddin Lasinrang, sumur tua itu dibuat oleh KH. Muh. Tahir, imam tertua Masjid Lapeo. Sumur tersebut dibuat sekitar tahun 1932. Namun kini masih dimanfaatkan warga setempat.
Penulis : Rizaldy