
Ia menjelaskan, jika ada kasus kekerasan terhadap anak yang diekspos media barulah persoalan perlindungan anak menjadi perbincangan dan pemerintah sibuk mencari solusinya.
“Karena sporadis dan berjalan parsial, tak heran terkadang lahir kebijakan yang kontraproduktif. Salah satunya pemberian grasi kemarin,” ungkap Anggie.
Ia menjabarkan, upaya paling mendasar dan efektif dari program perlindungan anak secara nasional adalah menjadikan anak sebagai isu utama pembangunan di semua bidang, sehingga kasus-kasus kekerasan anak menurun drastis karena semua lini kebijakan pemerintah menjadikan anak sebagai parameter, baik dari sisi regulasi maupun implementasi.
“Selama perlindungan anak dalam program pembangunan belum terjadi maka angka kekerasan anak akan terus meningkat,” papar Anggie.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, selama tahun 2018, tingkat kekerasan terhadap anak bertambah 300-an kasus dibanding tahun sebelumnya.
“Coba cek proses penyusunan RPJMN atau RPJMD, ada tidak yang memberi ruang kepada anak-anak kita untuk menyampaikan aspirasinya, pendapat, atau keinginan anak-anak tentang wajah Indonesia yang mereka inginkan. Padahal negeri ini milik mereka juga,” imbuh Anggie.
Dari sisi penegakan hukum kekerasan terhadap anak, terangnya, juga masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
“Penambahan hukuman maksimal hingga hukuman mati terhadap pelaku kejahatan seksual kepada seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak harusnya menjadi pengikat bagi polisi, jaksa, dan kehakiman untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada siapa saja pelaku kekerasan terhadap anak,” ujar Anggie.
Menurutnya, ini penting sebagai tanda bahwa bangsa ini sedang perang terhadap segala bentuk kekerasan dan kejahatan terhadap anak.
“Kedepan kita berharap tidak ada lagi vonis bebas terhadap pelaku kekerasan terhadap anak seperti yang terjadi di PN Cibinong kemarin,” kata Anggie.
Ia turut berharap, Presiden lebih bijak untuk tidak memberi grasi kepada terpidana pelaku kekerasan seksual kepada anak, karena pemberian grasi ini menjungkirbalikkan upaya perlindungan anak yang sudah susah payah dibangun saat ini.
Editor: Ilma Amelia