Pengumuman lulus CPNS bagi tenaga honorer kategori dua (K2) telah diumumkan, Burhan (39) dan Hernawati (30) tak masuk daftar, ini berarti ia tidak lulus.
Tapi Burhan anak dari pasangan Abdullah (59) dan Hawa (54) ini tetap mengumbar senyum kepada anak didiknya maupun rekan-rekan guru di sekolah tempatnya mengabdi, SD Negeri No. 5 Bambangan.
“Kalau ada pendaftaran CPNS saya selalu ikut baik itu dari Kementrian Pendidikan maupun lingkup Kementrian Agama namun saya selalu gagal jadi CPNS,” kata anak ke empat dari tujuh bersaudara ini lirih.
Ia menuturkan, pertama kali menjadi tenaga honor di SD 5 Bambangan yang terletak di Desa Bambangan Kecamatan Malunda Kabupaten Majene pada tahun 1999 dan berlanjut hingga sekarang, 2014.
Pada awal menjadi honorer belum ada insentif yang diterima tiap bulan. Nanti pada 2005 baru mendapatkan insentif sebesar Rp300 ribu per triwulan. Dana tersebut berasal dari dana BOS (biaya operasional sekolah).
“Bukannya saya tidak syukuri, saya syukuri. Tapi, itu belum cukup untuk menghidupi keluarga saya karena betul-betul sekarang saya menjadi kepala keluarga,” kata Burhan.
Untuk menambah penghasilan, Burhan mencari kemiri ke hutan setelah pulang dari mengajar. Tapi penghasilan dari mencari kemiri itu pun masih jauh dari cukup untuk keluarga.
Abdullah, Bapak dari Burhan menderita kebutaan sejak tiga tahun lalu dan Hawa, sang Bunda, yang selama ini membantu bekerja sudah tak kuat lagi. Maka Burhan satu-satunya yang menopang keluarganya.
Burhan mengaku bahwa sejak menjadi honorer di SD 5 Bambangan pada 1999, dirinya pernah tidak aktif mengajar karena melanjutkan pendidikan Diploma Dua (DII) atas izin kepala sekolah.
Pendidikan DII diselesaikan di Institut Agama Islam Negeri Alauddin (IAIN) Makassar Fakultas Tarbiyah Pendidikan Agama Islam jurusan Agama pada 2002.
Setelah menyelesaikan pendidikan DII, Burhan langsung kembali mengabdi di SD 5 Bambangan.
Nasib yang dijalani Burhan mendapat empati dari rekan kerjanya. Mereka prihatin atas kegagalannya lulus CPNS karena sosok Burhan yang rajin dan disiplin.
“Dia adalah sosok yang seharusnya diperhatikan pemerintah karena dia betul-betul aktif datang (mengajar) apalagi Burhan juga asli orang sini (Bambangan), Pak,” kata Daud yang menyela wawancara Mandar News dan Burhan.
Kepala Sekolah SD 5 Bambangan, Abd Azis H, A.Ma.Pd., juga mengakui keaktifan Burhan.
“Memang tenaga honor (Burhan) yang satu ini, harusnya mendapat perhatian dari pihak terkait, karena kenapa, dia benar-benar melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab dan orangnya pun murah senyum dan tetap mengedepankan sikap sopan santun,” kata Abd. Azis.Abd. Azis menambahkan, ketika Burhan mendapat urusan di luar sekolah, ia tetap datang ke sekolah untuk meminta izin.
Mantan Kepala SD 5 Bambangan (pensiunan), Abu Bakkar, yang menjabat kepala sekolah mulai dari 1987-2003, juga mengakui kinerja Burhan.
Abu Bakar juga mengakui jika Burhan mengabdi di SD 5 Bambangan sejak 2009.
Burhan yang akan memaski usia 40 tahun pada Mei 2014 tetap berharap dapat terangkat menjadi CPNS sudah bertekad mengabdikan dirinya dilingkungan sekolah di kampungnya sendiri.
Nasib yang sama juga dialami Hernawati (30), guru honorer K2 di SD 30 Ulidang Kecamatan Tammerodo Sendana.
Hernawati mengaku mengabdi sejak 2005, lebih muda dibanding Burhan yang mengabdi sejak 1999.
Pengabdian Hernawati sejak SD Tipulu ini berada di Ulidang atau di wilayah pantai hingga sekolah ini dipindah ke wilayah pegunungan sampai sekarang.
Untuk menjangkau sekolahnya, Hernawati harus menumpang ojek dengan biaya Rp10ribu pulang pergi.
Sementara insentif sebagai guru honorer tidak dapat menutupi biaya transportasi pulang pergi mengajar.
Menurut Hernawati, di sekolahnya terdapat 6 orang guru honorer K2, tapi hanya 2 orang lulus dalam saringan CPNS 2013.(aji/adi/ald)