Para Totamma’ mengendarai Sayyang Pattu’du
Majene, mandarnews.com – Siang itu 40 ekor kuda penari berkumpul di Desa Leppangan. Kuda ini bukan sembarang kuda tapi kuda yang istimewa karena bisa menari. Orang Mandar menyebutnya Sayyang Pattu’du.
Keberadaan Sayyang Pattu’du ini karena sebuah hajatan yang bertema “Menuju Desa Leppangan Madani” dengan menggelar khatamul Qur’an. Putra-putri Desa Leppangan sebanyak 80 remaja dan beberapa wanita dewasa berhasil menamatkan bacaan Qur’annya. Karena raihannya itu, mereka berhak menunggangi Sayyang Pattu’du.
Sebelumnya, Sabtu Malam (6/5) peserta khatam Al-Quran ini melakukan ritual untuk penyempurnakan acara khataman, diantaranya mengaji bersama.
Dan hari dinantipun tiba, Ahad (7/5) sekitar pukul 14.00 wita, sebanyak 40 sayyang pattu’du didandani sedemikian rupa. Peserta khataman Al-Qur’an terlihat begitu anggun dengan pakaian adat Mandar yang dikenakan. Namun sayang, sempurnanya khataman tersebut, tidak didukung oleh cuaca. Saat acara baru akan dimulai, hujan deras mengguyur Desa Leppangan.
Acara khataman sempat ditunda sambil menunggu hujan reda. Tapi beberapa waktu berlalu, tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Melihat situasi begitu, Kepala Desa Leppangan, Albi, langsung turun tangan untuk memulai acara Pessawe Totammaq (penunggang kuda untuk yang telah khatam Al-quan) untuk mengelilingi Desa Leppangan. Tentunya dengan persetujuan para Pessawe Totammaq dan keluarganya. Acarapun dimulai.
Sayyang Pattu’du seakan mengerti apa yang diinginkan para penonton yang berjejer dipinggir jalan hanya untuk menyaksikan Pessawe Totammaq dengan Sayyang pattudu, tidak peduli hujan mengguyur Desa Leppangan.
Pukulan rebana dan pantun demi pantun mengiringi setiap Sayyang Pattu’du makin memeriahkan suasana hingga penonton terpuaskan.
Meski hujan terus mengguyur tapi tidak menyurutkan antusias penonton. Mereka sebagian dari luar Desa Leppangan. Bahkan dari luar kabupaten Majene.
Seperti yang sempat dikonfirmasi oleh media ini, Mika (19 tahun) gadis belia asal Tappalang Kabupaten Mamuju. Bersama rekan sebayanya rela hujan-hujanan hanya untuk menyaksikan Pessawe Totammaq.
“Saya sangat senang dengan Pessawe Totammaq, apalagi ini sebagai pelajaran tentang salah satu budaya yang ada di Sulawesi Barat,” tutur Mika, yang ternyata mahasiswi di salah satu Universitas ternama di Sulawesi Barat.(haslan/adv)