
Bupati Majene memukul Gandrang (gendang) sebagai tanda dimulainya Festival Teluk Mandar

Majene, mandarnews.com – Sebagai upaya dalam mengembalikan dan melestarikan kebudayaan Pesisir, Festival Teluk Mandar kembali di gelar di Majene Sulawesi Barat. Dijadwalkan acara ini akan berlangsung 10 hingga 13 Mei 2017.
Event tahunan yang memasuki tahun kedua ini digelar di Taman Kota (Tako), akan menampilkan beberapa pagelaran, diantaranya Seminar Bahari, Donor Darah, Bersih- Bersih Pantai, Penanaman Mangrove dan beragam pertujukan Seni Tradisi lainnya dari berbagai komunitas. Festival ini dibuka oleh Bupati Majene, Dr Fahmi Massiara, Rabu (10/5/2017) malam.
Dalam sambutannya ia memberikan apresiasi yang tinggi kepada para penggagas dan panitia acara. Menurut Fahmi, meski kegiatan tersebut bukan menjadi agenda resmi dari Pemerintah Daerah Majene, tetapi Festival tersebut bisa memberikan dampak yang positif untuk sektor Pariwisata kabupaten Majene.
“ Visi Majene itu memang menjadi sebuah kota pendidikan, tetapi kita juga tidak ketinggalan disektor Pariwisata,” kata Fahmi dalam sambutan.
Lebih jauh Fahmi mengatakan, bahwa Majene memiliki banyak potensi wisata yang harus dimaksimalkan, Salah satunya Tako yang kata Fahmi, kelak akan didesain dengan baik, sehingga menjadi destinasi wisata yang nyaman di kunjungi.
“Selain itu ada juga wisata alam yang anda bisa kunjungi di Puawang atau Baruga, jadi memang cukup potensial wisata kita,” jelas Fahmi.
Penampilan RBN Madatte Art Polewali Mandar menjadi peserta pembuka dalam acara yang terselenggara berkat kerja sama V-ORIC Majene dengan Pencil 2B, Dewan Kebudayaan Mandar, dan Komunitas Bahari Mandar.
Dalam acara ini Pemkab Majene memfasilitasi Lokasi Taman Kota sebagai arena Festival. Ramli, salah satu panitia pelaksana yang dikonfirmasi sesaat sebelum opening Festival ini dibuka mengatakan, salah satu kebudayaan pesisir yang telah lama ditinggalkan , diantaranya ialah tradisi “Mappande Sasi’ “ atau sebuah ritual kebudayaan oleh para nelayan sebelum berlayar ke laut lepas. Ritual ini dilakukan dengan harapan agar para Nelayan Mandar mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari hasil tangkapan.
“Kebudayaan pesisir kita memang mulai bergeser. Dulu para nelayan kita menangkap ikan dengan menggunakan perlengkapan tradisional seperti Buaro, tapi sekarang semua menginginkan yang instan, namun dampaknya merusak Biota laut, seperti mengebom ikan dan menggunakan racun Potas,” ungkap pria yang juga tim advokasi Walhi Sulbar ini.
Berdasarkan pengalamannya, kondisi Teluk Mandar di dalamnya penuh dengan keanekaragaman hayati. Salah satunya karena keberadaan habitat Penyu, hanya saja habitat hewan tersebut cukup terancam mengingat pembangunan yang tidak disertai pengkajian serius khususnya penempatan observasi Penyu yang cocok.
Selain itu, menurut dia kondisi Terumbu Karang saat ini 89 % sudah tidak sehat lagi, sampah laut dan sebagainya juga semakin memperparah kondisi Teluk Mandar saat ini.
“Dengan kondisi laut Mandar saat ini, jangan sampai menghempaskan nurani kita sebagai pemilik teluk Mandar, ini akan menjadi poin poin rekomendasi yang akan kami serahkan saat penutupan nanti,” tandas Ramli.(ashari)