
Penulis : Randiawan.
(Ex Ketua DPK Sendana)
Kata yang kerapkali kita ucapkan untuk menyapa. Sekedar menyapa sejenak menanyakan kabarmu kini. Ucapku dalam hati saja “Haii.. Apa Kabar IPPMIMM?” Jawabnya “Kabar baik dengan nada suara berat”. Kira-kira narasi inilah yang cocok menggambarkan kondisi IPPMIMM hari ini.
Rasanya sedih sekali dengan ketidakaktifan organisasi pusat berdampak besar bagi perkembangan kaderisasi. Bukankah keberlangsungan organisasi ditentukan oleh proses kaderisasi? Saya rasa kita sama-sama sepakat argumentasi ini tetapi kita menafikkan hal tersebut. Sama saja kita sedang mengerjakan Dosa Jariyah dalam organisasi yang sama-sama kita cintai ini.
Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Mandar Majene (IPPMIMM) Organisasi paguyuban sebagai organisasi perkumpulan dan tempat berhimpun mahasiswa/pemuda yang ada di Makassar. Organisasi ini merupakan organisasi yang katanya sangat membawa pengaruh, jika kami dengar dari cerita para pendahulu dengan sederetan catatan sejarahnya.
Mulai dari jebolan tokoh-tokoh besar yang berasal dari Majene katanya berasal dari kader organisasi ini, serta gerakan-gerakan sosial yang dilakukan sangat besar pengaruhnya. Mungkin ini kekuatan IPPMIMM 20/30 tahun yang lalu. Sehingga lahir pertanyaan apakah hanya sampai disitu?, melihat beberapa tahun terakhir ini IPPMIMM tak sehebat dulu, mengapa?
Sampai kapan ego sektoral menggerogoti organisasi? Tidakkah kita merasa bersalah kepada generasi setelah kita? Ahh… sudahlah, sangat banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban.
Padahal tanpa kita sadari banyak orang (kader) yang berharap pada organisasi ini dalam mengembangkan potensinya, harapan berarti mengandung makna cita dan tujuan, cita yang semestinya menjadi landasan idil dan membangun sesuatu, terkhusus cita mahasiswa yang menjadi nafas pergerakan dalam perubahan sosial.
Ego sektoral menjadi batu sandungan serius dalam kelangsungan organisasi. Banyak organisasi mengalami konflik internal akibat adanya kelompok-kelompok kecil yang merasa lebih berhak memimpin atau menentukan arah organisasi berdasarkan senioritas.
Tak salah jika kami sebagai kader mempertanyakan soalan sikap dan eksistensi IPPMIMM saat ini. Pengurus Pusat dan pengurus Komisariat adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, yang seharusnya berjalan seirama dan senada.
Bagaimana bisa Pengurus Komisariat berjalan dengan baik jika Pengurus Pusat tak tahu rimbanya. Inilah yang kemungkinan besar menjadi problem dalam tubuh Organisasi yang sama-sama kita cintai ini. Sehingga menimbulkan tidak berjalannya kerja-kerja organisasi dengan baik sesuai dengan yang di amanatkan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga IPPMIMM.
Penulis berasumsi bahwa IPPMIMM tak lagi menjadi garda terdepan dalam hal organisasi kaderisasi dan pergerakan, dan tak lagi menjadi rumah yang teduh bagi sebagian kader. Sebagai kader yang tak ingin lepas dari organisasi ini tak mengapa kiranya menulis harapan lewat tulisan kecil ini memberikan secercah kritikan dan harapan.
Tulisan ini lahir dari setitik harapan untuk IPPMIMM kembali mengibarkan bendera, memperluas dampaknya, dan menunjukkan kembali bahwa IPPMIMM masih ada dengan kembali melaksanakan amanat-amanat organisasi.
Salah satu faktor utama meredupnya organisasi kedaerahan adanya pergeseran orientasi generasi. Generasi saat ini cenderung memiliki identitas yang lebih cair dan kosmopolitan.
Tetapi IPPMIMM saat ini bukan meredup karena pergeseran orientasi, tapi karena penulis yakin para pendahulu yang bijak dan budiman memiliki rasa kepemilikan yang berlebih terhadap organisasi ini.
Hal ini baik, tetapi rasa kepemilikkan yang berlebih terhadap organisasi ini justru membawa dampak negatif seperti ego sektoral, dan menimbulkan stigma negatif bahwa IPPMIMM dijadikan sebagai alat bagi sebagian orang.
Untuk menghindari stigma-stigma negatif semacam ini perlu pertanyaan refleksi bagi diri kita masing-masing. Mengapa IPPMIMM menjadi korban keEgoan kita? Banyak generasi yang menjadi korban keEgoan kita. Padahal IPPMIMM bisa kembali berjaya seperti masa keemasannya di tangan generasi dibawah kita.
Biarkan saja IPPMIMM di tumbuhkembangkan oleh mereka kita sebagai pendahulu cukup mengarahkan dan memberikan pandangan-pandangan yang membangun organisasi.
Selama ini kita memupuk kecurigaan satu sama lain, kita perlu mengakui hal ini. Karena membohongi diri sendiri merupakan salah satu bentuk kedzaliman. Konflik internal jangan mengorbankan kaderisasi dalam organisasi. Ini bukan lagi persoalan individu semata, tapi persoalan keberlangsungan kaderisasi. Jangan menumbalkan organisasi demi kepentingan individu semata.
Ego sektoral ini menciptakan sekat-sekat dalam organisasi yang semestinya menjadi ruang inklusif dan kolektif. Tidak sedikit kasus di mana proses kaderisasi terhambat karena lebih banyak diwarnai intrik kekuasaan dan perebutan jabatan daripada pembinaan dan regenerasi yang sehat.
Kita perlu kembali kepada tujuan dasar organisasi, tidak cukup dengan sekedar membaca tujuan itu. Yang paling penting adalah merenungi hal tersebut. IPPMIMM bangkit kembali adalah harapan terbesar kita bersama.
IPPMIMM hari ini menggambarkan kegagalan cara berfikir kita, IPPMIMM hari esok tergantung tindakan kita. (*)