Sumber Foto : uin-alauddin.ac.id
- Penulis : Prof. Ahmad M. Sewang
- Guru Besar UIN Alailuddin Makassar
Mandarnews.com – Lagi-lagi kisah dari kampung. Kejadiannya tahun 1963 saat masih duduk di SRN (Sekolah Rakyat) kelas IV. Perkelahian yang tidak seimbang satu orang diborongi sembilan orang yang membuat kegaduhan di kampung. Banyak orang berhamburan menghindari peristiwa itu.
Saya sendiri berdiri kira-kira sepuluh meter dari tempat kejadian, sehingga dapat menyaksikan langsung kejadiannya. Bagai nonton film silat, justru yang memenangkan pertarungan adalah seorang yang diborongi tadi. Dia dianggap manusia kebal di tengah-tengah sembilan orang yang mengitarinya dan ingin membunuhnya.
Sebelum delapan orang pengepung mendekat, orang kebal itu mendemonstrasikan kekebalannya dengan mengeluarkan parang panjang dari sarungnya sambil memerangi dirinya sendiri ke atas punggungnya. Ia pun berteriak-teriak memanggil para pengepungnya agar maju satu persatu, tetapi tak seorang pun pengepung berani mendekat.
Bahkan hati mereka ciut dan menjauh secara diam-diam dari pusat kejadian walau semuanya memegang parang atau keris. Disinilah pertama kali saya menyaksikan orang kebal dari senjata tajam. Sampai sekarang peristiwa itu saya kenang bahwa benar ada manusia kebal. Dari segi sunatullah pastilah kulit punggungnya akan luka parah dari parang tajam yang dipakai memerangi punggungnya sendiri. Tetapi, punggungnya tak luka sedikit pun, kucuali baju yang dipakai robek tak keruan. Itulah yang disebut manusia kebal dari senjata tajam.
Ada lagi kekebalan kedua, yaitu kebal hukum. Setya Novanto (Setnov) misalnya. Dia adalah manusia langkah yang pernah lahir ke dunia. Berkali-kali tersandung hukum tetapi selalu bisa berkelit. Sejak tahun 2001, namanya sudah mulai dikaitkan dengan perkara korupsi Bank Bali yang merugikan negara 3 triliun rupiah.
Setelah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) berdiri, Novanto juga jadi “tamu setia” lembaga anti-rasuah. Dia kerap diperiksa sebagai saksi kasus-kasus korupsi. Mulai dari penyelundupan beras 60 ribu ton dari Vietnam, kasus suap Akil Mochtar, “Papa minta Saham,” sampai masalah etika dalam pertemuannya dengan Donald Trump.
Namun, dari sejumlah perkara hukum hingga kasus etika, dia selalu lolos dari jerat hukum. Setnov adalah manusia “The Untouchable” yang memiliki kelihaian berkelit dari setiap persoalan yang menerpanya. Sampai akhirnya KPK mengumumkan bahwa Setnov ditetapkan sebagai tersagka dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Itupun dengan mudah dan piawai lepas dari jeratan hukum.
Setnov dan Cepi Iskandar adalah setali tiga uang. Cepu Iskandar adalah hakim tunggal praperadilan yang diajukan Setnov. Cepi Iskandar dengan piawai membatalkan status tersangka terhadap Setnov. Banyak yang kecewa atas keputusannya. Mereka berpendapat, tindakan Cepi Iskandar sudah masuk kategori persekongkolan kejahatan korupsi. Cepi Iskandar sebelumnya sudah empat kali dilaporkan ke komisi Yudisial tetapi semuanya juga dinyatakan tidak melakukan pelanggaran etika.
Baik Setnov atau pun Cepi Iskandar keduanya manusia luar biasa kebalnya. Namun, bukan kebal dari senjata tajam seperti orang kampung, tetapi kebal dari jeratan hukum yang berkali-kali menimpa keduanya. Wassalam. (***)
Makassar, 7 Oktober 2017