APPM melakukan penyampaian tuntutan di Gedung DPRD Majene, Kamis (12/11).
Majene, mandarnews.com – Puluhan wanita yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Perempuan Majene (APPM) melakukan aksi unjuk rasa meminta pernyataan sikap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Majene agar mendukung dan mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Menurut Jenderal Lapangan APPM Hamratul Imamah, pengesahan RUU PKS sangat penting bagi seorang perempuan karena menjadi solusi terbaik dari masalah-masalah seksual yang terjadi selama ini.
Menurutnya, selama ini angka perlakuan kekerasan seksual yang dialami oleh seorang wanita atau korban lainnya kian banyak dan meningkat.
“Seperti halnya dengan perlakuan yang dialami oleh Panwascam perempuan. Hal ini terjadi karena regulasi yang mengatur itu sendiri masih belum cukup kuat,” kata Hamratul saat melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Majene, Kamis (12/11).
Hamratul menjelaskan, RUU PKS yang diajukan oleh Komnas Perempuan menjadi solusi dan payung hukum yang tepat untuk melindungi korban.
“Tapi oleh DPR Republik Indonesia malah akan mengeluarkan RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Padahal RUU PKS sangat jelas muatannya yang mencakup perlindungan korban, peradilan, pencegahan, penanganan, dan pemulihan serta memberikan kepastian hukum terhadap kekerasan seksual seperti pelecehan seksual, eksploitasi seksual, dan lainnya,” ucap Hamratul.
Sehingga sangat penting bagi DPRD Majene, lanjutnya, untuk mendorong dan mendukung proses pengesahan RUU PKS. Sebab, tidak ada solusi yang efektif menjawab kekerasan yang selama ini terjadi selain pengesahan RUU PKS.
“Makanya kami meminta agar DPRD Majene menyatakan sikap mendukung pengesahan RUU PKS dan hal ini banyak dilakukan di daerah lain,” ujar Hamratul.
Sementara, pertemuan dengan massa hanya dihadiri oleh Ketua DPRD Majene, Salmawati Djammado.
“Secara pribadi, saya sangat mendukung dan mengapresiasi pengesahan RUU PKS,” sebut Salma.
Namun, tambahnya, untuk memberikan dukungan penuh secara kelembagaan tidak dapat diputuskan sendiri, meskipun selaku ketua di DPRD Majene.
“Di DPRD sendiri mulai dari ketua hingga anggota dalam mengambil keputusan harus kolektif dan kolegial. Jadi, secara kelembagaan saya tidak bisa memutuskan begitu saja,” tandas Salma.
Ia menerangkan, hal tersebut akan dibicarakan atau akan melakukan pembahasan terlebih dahulu bersama anggota DPRD lainnya.
“Kami meminta kepada mahasiswi untuk memberikan waktu jeda agar dapat melakukan pembahasan ini di internal DPRD karena bagaimanapun di DPRD ini punya kode etik dan tata tertib dalam mengambil kebijakan,” ucap Salma.
Salma mengaku akan secepatnya melakukan koordinasi dan pembahasan terkait hak itu dengan anggota DPRD lainnya dan berharap agar mahasiswi memaklumi hal itu karena semua anggota dewan punya hak dan pendapat.
Reporter: Putra
Editor: Ilma Amelia