Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko memimpin pertemuan dengan Asosiasi Kratom, Asosiasi Dagang dan sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (8/8) untuk mengembangkan Kratom sebagai komoditas ekspor.
Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kantor Staf Presiden (KSP) mengapresiasi tawaran kerja sama untuk mengembangkan komoditas kratom sebagai tanaman herbal komoditas ekspor yang bermanfaat untuk kesehatan. Tawaran kerja sama ini diinisiasi oleh American-Indonesian Chamber of Commerce, American Kratom Association (AKA) dan Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (KOPRABUH).
Kratom sendiri merupakan tanaman tropis yang banyak ditemui di wilayah Malaysia, Thailand dan Indonesia. Tanaman herbal ini pun banyak tumbuh di Kalimantan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat.
Masyarakat Kalimantan Barat mulai membudidayakan tanaman yang mampu tumbuh di daerah rawa ini sejak 2010. Saat ini, luas lahan kratom di Kalimantan Barat adalah seluas 11.384 Ha dengan yang tersebar di 23 kecamatan dan 282 desa. Sebanyak 200,000 kepala keluarga di Provinsi Kalbar sangat bergantung dengan industri kratom.
Indonesia sendiri masih belum memiliki regulasi tentang tata niaga dan tata kelola kratom. Walaupun begitu, kratom merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup besar dan berpotensi mendatangkan keuntungan ekonomi bagi negara. Tercatat hingga Juli 2021, jumlah ekspor kratom ke Amerika Serikat sendiri telah mencapai 400 Ton.
“Kedua belah pihak sepakat bahwa kratom bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi kedua negara. Oleh karenanya, kami sepakat menjadikan kratom sebagai komoditas ekspor. Ini sangat dimungkinkan untuk dilakukan karena dalam Permendag No. 18 tahun 2021, kratom tidak termasuk barang yang dilarang ekspor,” kata Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko dalam pertemuan dengan perwakilan-perwakilan dari Amerika Serikat, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (8/8).
Walaupun begitu, Moeldoko tidak memungkiri bahwa masih ada perbedaan pendapat tentang kratom utamanya karena Badan Narkotika Nasional (BNN) masih mengkategorikan kratom sebagai zat adiktif.
“Perlu ada joint research antara institusi pendidikan Amerika Serikat dan Indonesia. Pasalnya AS, khususnya Universitas John Hopkins, sudah lama melakukan riset tentang kratom. Sedangkan Indonesia punya barangnya. Harapannya, kolaborasi riset ini akan bermanfaat bagi dunia,” imbuh Moeldoko.
Sementara itu, turut hadir dalam pertemuan tersebut adalah Senator Curt Bramble dari negara bagian Utah. Ia menyatakan bahwa Kratom telah menjadi salah satu komoditas penting di Amerika Serikat sebagai salah satu obat yang mampu mengurangi rasa sakit dan mengurangi gangguan kecemasan, pengganti opium yang sangat adiktif.
“Kratom adalah produk alami yang aman, namun tantangannya adalah kratom sering sekali terkontaminasi oleh bakteri E. Coli, Salmonella dan logam berat. Jadi saya harap dari pertemuan ini, kita akan mendapatkan pemahaman yang sama tentang kratom. Lebih lanjut saya berharap akan ada regulasi untuk menjamin keamanan kratom yang akan diekspor ke Amerika Serikat,” kata Curt Bramble. (KSP)