Banjir melanda Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) setelah diguyur hujan. Kamis 22 Maret 2018 | Foto : Ist.
Mamuju, mandarnews.com – Banjir bandang menerjang Kecamatan Simboro dan Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis 22 Maret 2018.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mamuju, sebanyak 1.089 Kepala Keluarga (KK) atau 3.267 jiwa terdampak banjir bandang.
Korban banjir itu tersebar di Simboro, Simbuang 1 dan Simbuang 2, Kelurahan Simboro, Sese Tengah dan Sese Jiwa di Kelurahan Rangas, Kecamatan Simboro.
Sementara di Kecamatan Mamuju, daerah terdampak banjir di Tima, Kelurahan Mamuyu dan Karema, Kelurahan Karema.
Ketinggian banjir bervariasi. Mulai dari 50 hingga 200 cm atau dua meter. Selain itu, tujuh warga dilarikan ke Rumah Sakit akibat banjir.
Banjir itu juga menelan satu korban jiwa. Korban keganasan banjir itu adalah seorang anggota Satlantas Polres Mamuju, Aipda Nurman setelah sempat dirawat di RSUP Wahidin Makassar.
“Saat insiden kecelakaan tersebut terjadi, Aipda Norman, S.Sos tengah berusaha menerobos derasnya arus banjir bandang untuk menyelamatkan seorang warga yang terjebak,” kata Kabid Humas Polda Sulbar AKBP Mashura Mappeare di tribratanewspoldasulbar.com.
“Namun ditengah perjalanannya menerobos banjir, tiba – tiba pagar beton milik salah satu dealer mobil runtuh dan menimpa Aipda Norman, S.Sos,” lanjutnya.
Mengenai rumah yang rusak karena banjir, Kepala BPBD Mamuju Handhan Malik belum mengetahui jumlah pastinya. Saat ini, BPBD dan instansi terkait sementara pendataan.
“Sementara didata. Kita juga akan klasifikasi kerusakannya. Ada rumah yang hanyut, belum ada pasti (jumlahnya). Nanti saya sampaikan,” kata Handhan, Sabtu 24 Maret 2018.
Bencana banjir tersebut mengagetkan warga. Apalagi banjir datang tiba-tiba sehingga warga tak sempat menyelamatkan barang.
Bahkan Gudang Bulog Subdivre Mamuju juga menderita kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 4 miliar. Beras yang diperkirakan 300 ton dan gula juga ikut terendam beserta peralatan kantor yang rusak karena terendam air.
Informasi dari BMKG Majene, curah hujan di Kecamatan Tappalang mencapai 120 mm. Sementara di Simboro mencapai 115 mm sebelum banjir menerjang.
Berbagai dugaan muncul atas peristiwa yang dinilai yang terparah tersebut. Salah satunya dari pemerhati lingkungan, Muhammad Ridwan Alimuddin. Ia mengatakan, terdapat banyak aliran air yang bersatu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Karema.
“DAS Karema ini sudah rusak. Baik di sepanjang bantarannya (penggundulan hutan) maupun di kawasan muara yang juga Kota Mamuju,” kata Ridwan, Jumat 23 Maret 2018.
Menurut Ridwan, perubahan kontur tanah membuat air berkubik-kubik itu meluap dari sungai dengan cepat dan tertahan. Kawasan terdampak banjir yang dulunya daerah rawa dan mangrove dialih fungsi jadi pemukiman dan perkantoran.
“Dulu keduanya (rawan dan mangrove) secara alami menerima limpasan air juga sebagai daerah resapan. Tapi sekarang dikonversi menjadi pemukiman yang mana menghilangkan fungsi rawa dan mangrove,” tuturnya.
“Rumah dan perkantoran atau bangunan lain jelas mengurangi fungsi resapan tanah, juga menjadi penghalang aliran air yang mengalir. Demikian halnya yang ada di bantaran sungai, yang dibanguni,” lanjutnya.
Alumni Perikanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menduga, jalan arteri diduga jadi salah satu penyebab aliran air tertahan. Muara sungai hanya menyisakan kolom jembatan arteri tempat keluarnya air sungai.
“Jika dulunya aliran sungai ‘plong’ ke laut, sekarang tidak. Jadinya seperti mulut botol, dari luas menjadi sempit. Di lapangankan jelas sekali, air yang datang “merembes” ke segala arah, ke arah pemukiman,” jelas Ridwan.
Lalu mengapa hanya separuh Kota Mamuju yang tergenang?
Ridwan menjelaskan, hujan yang terjadi di perbukitan Tappalang yang terkumpul di DAS Karema dan mengalir kemudian tertahan di muara. Kawasan ini secara fisik dipisahkan perbukitan yang ada bagian selatan Anjoro Pitu.
“Jika terjadi, tentu banyak juga limpasan air yang bisa menyebabkan juga banjir. Tapi untungnya di situ tidak ada jalan arteri yang hanya menyisakan “kotak” sempit tempat keluarnya air sungai. Jadi airnya lebih cepat ke laut,” sebutnya.
Mengenai pasang air laut bisa juga jadi penyebab air sungai tertahan. Tapi menurut Ridwan, kalender bulan sekarang tidak memungkinkan air laut pasang saat banjir itu menerjang.
“Nah ‘pasang’ tinggi yang abadi di pesisir Kota Mamuju itu adalah jalan arteri. Sepanjang pantai Kota Mamuju ditutup. Dulu air hujan bisa keluar di mana saja, tapi sekarang hanya menyisakan beberapa ‘mulut botol’,” kata Ridwan.
“Pemerintah harus melakukan langkah radikal. Jika tidak, bisa dipastikan bencana seperti kemarin akan selalu terjadi,” harap Ridwan.
Sementara itu, Dosen Teknik Sipil Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), Apriansyah, ST.,MT mengatakan, banjir di Mamuju disebabkan pendangkalan sungai-sungai yang bermuara di Pantai Mamuju.
“Sebagai akibat sedimentasi yang diakibatkan salah satunya oleh alih fungsi hutan. Diperparah lagi sedimentasi pantai di muara sungai di Pantai Kota Mamuju,” kata lulusan Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Mengenai pengaruh jalan arteri, kata Apriansyah, perlu dilakukan kajian mendalam mengenai pengaruh jalan arteri terhadap perubahan garis pantai dan sedimentasi. Serta abrasi Pantai Mamuju.
Apriansyah mengatakan, melihat data wilayah yang tergenang banjir Kamis lalu, wilayah yang tergenang air berada disis jalur Sungai Karema. Olehnya, beberapa langkah bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah banjir dikemudian hari, antara lain :
- Normalisasi aliran sungai yang bermuara di Kota Mamuju
- Pemasangan tanggul di sisi sungai-sungai yang bermuara di Kota Mamuju
- Menormalisasi saluran drainase di kawasan permukiman warga. Khususnya di daerah yang permukaan tanahnya lebih rendah dari permukaan air laut dan sungai
- Bila perlu dibuatkan waduk tunggu atau waduk banjir yang berfungsi mengontrol aliran air dari sungai tidak langsung ke Kota Mamuju. Bahkan bisa juga berfungsi sebagai sumber air bersih warga Kota Mamuju
- Memastikan tidak terjadi sedimentasi pantai di muara sungai di Mamuju. Sehingga air dapat dibuang langsung ke laut dengan lancar
- Jika permukaan air laut dan sungai lebih tinggi dari permukaan tanah di wilayah permukiman, perlu dipikirkan untuk membuat stasiun pompa air banjir disaat terjadi genangan
“Namun langkah antisipasi banjir dan penyebab banjir hanya dapat diketahui dengan melakukan survey dan kajian studi ilmiah. Dengan begitu, dapat diputuskan langkah-langkah penangan banjir yang efektif dan efisien,” jelas Apriansyah. (Irwan Fals)