Suasana di Aula Adyaksa Kejari Majene, Kamis (26/11).
Majene, mandarnews.com – Sebagai upaya untuk memberikan atensi atau arahan yang baik, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) RI dalam hal ini Direktur Narkotika dan Zat Adiktif lainnya, Darmawel Aswar bersama tim melakukan supervisi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (26/11).
Menurut Darmawel, sebagaimana arahan pimpinan di Kejagung, dalam hal ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum yang meminta beberapa tim, salah satunya timnya untuk melakukan supervisi ke daerah.
Darmawel menyampaikan, supervisi dimaksudkan untuk memberikan arahan yang benar, contoh-contoh yang benar terhadap beberapa penanganan perkara, penanganan regulasi yang sudah diciptakan, dan untuk melihat apakah di daerah ini ada tunggakan perkara atau tidak.
“Kami juga ingin melihat apakah aplikasi sudah dijalankan atau belum karena kita punya aplikasi penanganan perkara pidum, khususnya CMS (Case Management System),” ujar Darmawel di Aula Adhyaksa Kejari Majene.
Tidak hanya itu, pihaknya juga akan menginfokan kepada Kejari di daerah bahwa kedepan, sistem aplikasi CMS menjadi penting untuk memudahkan teman-teman di daerah dalam melakukan pelaporan.
“Jadi, yang menjadi atensi sebagaimana arahan pimpinan, supervisi ini juga dimaksudkan terhadap satu pembahasan yang namanya RJ (Restorative Justice) atau keadilan restoratif yang pada prinsipnya RJ ini untuk memberikan keadilan kepada masyarakat sesuai dengan regulasi,” tandas Darmawel.
Keadilan yang dimaksud, lanjutnya, sebagaimana selama ini masyarakat banyak yang beranggapan bahwa penegak hukum, dalam hal ini kejaksaan tajam ke bawah tumpul ke atas.
“Artinya, masyarakat kebetulan seperti yang tidak berada, tidak mampu, orang yang teraniaya, tidak punya siapa-siapa ini kan kesannya selalu dihukum berat. Nah, dengan RJ ini kita coba melakukan pendekatan secara manusiawi ke masyarakat. Kita minta kepada jaksa untuk menggunakan hati nuraninya sehingga perkara yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus ke pengadilan kita selesaikan,” ungkap Darmawel.
Dengan metode RJ ini, tambahnya, terjadi penghentian penuntutan di kejaksaan tapi tentu harus memenuhi syarat.
“Syarat pentingnya kalau dilihat ada tiga. Pertama, tindak pidana yang dilakukan baru pertama kali dilakukan dan tidak boleh untuk seorang residivis. Kedua, kejahatannya diancam dengan ancaman 5 tahun penjara atau kurang dan tidak boleh lebih, serta kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana ini adalah harus di bawah Rp 2,5 juta sehingga dengan adanya RJ ini kami berharap penjara tidak penuh dengan masalah seperti ini,” kata Darmawel.
“Tidak seperti ada keinginan dari Kajari misalnya itu bisa langsung serta merta, tapi mereka harus memenuhi syarat dan menyampaikan dokumen pendukung dan diputuskan nanti oleh Kajati. Apabila nanti perkara ini perkara yang sulit maka bisa nanti melakukan ekspos ke Jakarta dan untuk mepermudah dapat dengan sistem online. Saya kira ini adalah langkah maju dan kami mendengar bahwa ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena menguntungkan masyarakat yang memang diaggap tidak mempunyai suatu upaya seperti yang dilakukan orang pada umumnya,” kata Darmawel.
Ia menerangkan, supervisi yang dilakukan tidak se-Sulbar tapi menilai mana Kejari yang menurutnya bisa melakukan bersama dan karena keterbatasan waktu maka pihaknya memilih tempat yang dekat sehingga memudahkan melakukan supervisi.
Direncanakan supervisi dilakukan selama tiga hari, yakni 25 sampai 27 November 2020 dan yang sudah dikunjungi adalah Kejari Mamuju, kemudian Majene, setelah itu Pasangkayu.
“Kami yakin dan percaya pasti akan ada kasus yang diajukan oleh Kejari Majene ini harus dinilai. Bukan kami yang menilai tapi nanti Kajatinya,” tutup Darmawel.
Reporter: Putra
Editor: Ilma Amelia