
Saat Koordinator Divisi (Koordiv) Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (PP-PS) Bawaslu Majene Edyatma Jawi membuka langsung kegiatan rapat koordinasi
Majene, mandarnews.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Majene melaksanakan Rapat Koordinasi Fasilitasi dan Pembinaan Penanganan Pelanggaran Pemilu pada Pemilihan Umum Serentak 2024.
Kegiatan ini diselenggarakan di Dapoer Mandar, Pamboang Majene, Minggu (24/12/23) dengan menghadirkan lima pemateri.
Adapun pemateri yang mengisi kegiatan ini adalah Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP Sulbar, Sulaeman, S.H,.M.H Akademisi Unsulbar S. Muchtadin Al Attas,S.H.,M.H,  Koordinator Wilayah LP3MI Sulbar, Muh. Dardi, S. Komisioner KPU Majene, Sukri dan Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran dan Data Informasi, Bawaslu Sulbar, Muhammad Subhan. Hadir pula Ketua dan Anggota Panwascam juga Ketua atau yang mewakili PPK se Kabupaten Majene.
Koordinator Divisi (Koordiv) Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (PP-PS) Bawaslu Majene Edyatma Jawi hadir untuk memberikan sambutan serta membuka secara langsung rapat koordinasi tersebut.
Edyatma menyampaikan kegiatan ini dilakukan untuk bersama-sama menyelesaikan sejumlah tahapan-tahapan pemilu. Yang saat ini sudah berada di tahapan kampanye Pemilu.
Menurutnya, kampanye Pemilu adalah hak konstitusional yang diberikan kepada peserta pemilu untuk kemudian menyampaikan visi misi dan program serta Citra dirinya untuk meyakinkan pemilih.
“Ini merupakan sarana pendidikan politik juga menjadi sarana untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Meski demikian tetap ada aturan yang ditentukan baik itu metode ataupun larangan-larangan yang harus dipatuhi bagi penyelenggara pemilu,” jelas Edyatma.
Kata Edyatma, inilah mengapa rapat koordinasi penting untuk dilakukan agar mengetahui seperti apa upaya untuk menghadapinya melalui peran masing-masing, baik sebagai pengawas pemilu, PPK serta awak media agar dapat berkontribusi membantu seluruh unsur penyelenggara Pemilu demi suksesnya tahapan pemilu 2024
“Mudah-mudahan ke depan kita dapat menyelesaikan seluruh tahapan Pemilu demi mengawal suara masyarakat yang pada akhirnya akan melahirkan pemimpin yang baik. Tidak hanya tingkat nasional maupun di daerah,” tukas Edyatma yang kemudian membuka secara langsung rapat koordinasi tersebut.
Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP Sulbar, Sulaeman memberikan materi menyampaikan penyelenggara Pemilu ada tiga. Yakni KPU, Bawaslu dan DKPP.
“Meskipun jika dikaji secara akademik itu di luar daripada penyelenggara pemilu karena DKPP hanya mengawasi penyelenggara pemilu tentang etiknya. Tidak hanya mengawasi kontestan atau peserta pemilu,” pungkasnya.
Sulaeman juga menjelaskan bahwa ruang lingkup kode etik penyelenggara Pemilu itu ada lima. Yakni terjadinya Pelanggaran Administrasi, Tindak Pidana Pemilu, Sengketa Administrasi Pemilu, Non Tahapan Pemilu dan Perselisihan Hasil Pemilu.
“Agar terjaga kode etik Pemilu maka dibutuhkan integritas, serta betul-betul mengawasi seluruh rangkaian tahapan,” ujarnya.
Sulaiman juga membeberkan bagaimana cara untuk mengetahui terjadinya pelanggaran atau tidak maka itu dikenal dengan istilah hukum formil. Untuk menguji seseorang apakah melanggar peraturan atau tidak.
“Soalnya ketika seseorang diperiksa oleh kepolisian ataupun jaksa maka orang itu belum dianggap bersalah kecuali dengan putusan pengadilan,” jelas anggota TPD DKPP Sulbar tersebut.
“Pemilu itu punya asas atau landasan. Jadi untuk menjalankan demokrasi di Indonesia harus ada landasan. Landasan Pemilu adalah langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil,” Sulaeman kembali.
Menurutnya, ketika penyelenggara Pemilu tidak menjadikan dasar dari pada asas Pemilu maka pelaksanaan demokrasi pada pesta demokrasi itu tidak akan terwujud dengan baik. Dan pasti akan ada pelanggaran-pelanggaran yang akan diperbuat.
“Landasan kode etik pada penyelenggara Pemilu secara umum adalah Pancasila. Kemudian ketetapan MPR, sumpah jabatan saat dilantik, asas pemilu serta prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu,” ucap Sulaeman.
Lebih lanjut, prinsip penyelenggara Pemilu secara umum yaitu jujur. Dimana bahwa setiap penyelenggara Pemilu itu harus jujur. Tidak boleh menyembunyikan sesuatu kecuali yang memang sifatnya rahasia.
Selain jujur lanjut Sulaeman adalah mandiri, adil dan akuntabel. Akuntabel yakni setiap langkah yang dilakukan oleh seorang penyelenggara Pemilu harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Dimana tindakan yang dilakukan dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu harus berdasarkan dengan hukum.
Tak hanya itu, Sulaiman juga menjelaskan bahwa DKPP dalam menjatuhkan sanksi kepada seorang yang melakukan pelanggaran etik ada tiga yaitu teguran secara tertulis, pemberhentian sementara. Dan apabila dalam kasus ini tidak terbukti dalam pemeriksaan maka tetap dapat melanjutkan tugasnya. Dan terakhir adalah pemberhentian tetap ketika seorang terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
“Saya berharap selaku tim pemeriksa daerah di Sulawesi Barat agar selaku penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas dan menjaga etik dengan baik. Karena barometer keberhasilan itu adalah ketika tidak ada pelanggaran,” tutup Sulaeman.
Akademisi Unsulbar S. Muchtadin Al Attas,S.H.,M.H yang memaparkan materi penanganan tindak pidana dan administrasi Pemilu pada tahapan kampanye 2024 menyampaikan sejatinya Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 bukan hal yang baru karena Undang-undang ini sudah pernah digunakan pada pemilu 2019 dan notabenenya tidak jauh berbeda dengan pemilu 2024.
“Namun dapat kita mengulang apa yang ada pada Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 itu. Seperti halnya di pasal 491. Kita sudah memasuki tahapan kampanye dan tahapan kampanye secara formulasi diatur pada pasal 491 sampai pasal 497. Ini akan menjadi persoalan karena tidak sesuai dengan tema dan agak jauh timpangnya,” bebernya.
Sehingga sebagai penunjang kata Dosen Hukum Unsulbar itu harus memahami betul dan dapat mengidentifikasi tentang kasus atau permasalahan-permasalahan yang terjadi.
“Salah satu yang juga dapat dilakukan oleh panwascam saat ini atau pengawas pemilu adalah melakukan pencegahan pemasangan iklan di media massa atau elektronik karena sesuai tahapan, pemasangan iklan baru dapat dilakukan pada 21 Januari hingga 10 Februari 2023. Apalagi tugas utama kita adalah melakukan pencegahan, dan efektivitas pencegahan itu dapat diukur dengan banyak tidaknya melakukan penanganan pelanggaran,” tukas Muchtadin.
Dirinya juga menyebutkan bagaimana kemudian agar ke depan dapat melakukan evaluasi sebab banyak hal yang harus untuk dipahami bersama baik dari segi pengawas pemilu, penyelenggara teknis dalam hal ini KPU juga media massa.
“Perlu juga dipahami bahwa pelaksanaan kampanye yang melanggar, baik itu yang mengikutsertakan ataupun yang ikut serta diancam tindak pidana. Keduanya adalah pelanggar tindak pidana,” imbuhnya.
Muchtadin juga melihat salah satu aturan terdapat celah. Dimana mengatakan bahwa ASN, TNI-Polri ataupun kepala desa dan BPD tidak dapat dikatakan melanggar saat mengikuti sebuah kampanye atau salah satu kampanye ketika ia hanya ikut serta menjadi peserta tidak masuk sebagai tim sukses atau pelaksana kampanye. Dan seseorang baru dapat dikatakan sebagai tim atau pelaksana kampanye ketika dapat dibuktikan dengan surat keputusan.
“Jadi ini adalah persoalan, celah hukumnya disitu sehingga pengawas pemilu harus betul-betul cermat melihat ini dan memastikan bahwa kehadiran semisal ASN saat pelaksanaan sebuah kampanye tidak melakukan respon yang seolah mendukung, melainkan hanya betul-betul ingin mendengar visi misi ataupun program dari peserta pemilu,” paparnya.
Katanya ini akan menjadi sebuah celah sebab orang akan mudah misalkan mengundang seorang ASN yang mempunyai pengaruh besar tetapi tidak memasukkan ke dalam tim atau sebagai pelaksana kegiatan. Dan pun yang melakukan tindakan tertentu itu tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana melainkan disiplin ASN.
“Inilah yang perlu kita bahas bersama diaman satu celah tapi sangat lebar. Dan pasal ini dapat dikatakan sebagai pasal yang tidak dapat lagi kita laksanakan,” tandas Akademisi Unsulbar itu.
Muh. Dardi, S Koordinator Wilayah LP3MI Sulbar menyampaikan, kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan apalagi saat ini sudah masuk pada tahapan kampanye. Dan perlu selalu membangun kesepahaman. Baik kesepahaman kerja, aturan dari semua stakeholder bukan hanya penyelenggara pemilu.
“Jadi sangat penting memahami, menyamakan persepsi terkait tugas dan wewenang masing-masing. Baik itu panwascam Bawaslu maupun juga PPK KPU,” tuturnya.
Penting juga untuk sering duduk bersama katanya, karena tugas dan instruksi dari pimpinan masing-masing itu berbeda. Dan pelibatan media juga sangat penting untuk mendengarkan aturan-aturan, baik sebagai warga negara ataupun sebagai penyebar informasi.
Iapun berpesan agar tetap menjaga kolektivitas dalam bekerja serta aktif berdiskusi. Menurutnya sinergitas yang baik antara PPK dan Panwascam yang ada di kecamatan itu sangat baik dan dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran.
Sukri Komisioner KPU Majene turut serta memberikan mayeri menyampaikan bahwa ada 8 metode kampanye yang dapat dilakukan. Yakni pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye, media sosial, iklan media massa cetak, media massa elektronik dan internet, rapat umum, debat pasangan calon Tentang materi kampanye pasangan calon dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan Perundang-undangan.
“Sementara untuk penyebaran bahan kampanye, setiap bahan kampanye pemilu nilai konversi dalam bentuk uang paling tinggi Rp. 100.000 dan mengutamakan bahan yang dapat didaur ulang. Untuk media sosial paling banyak dapat dibuat adalah 20 untuk setiap jenis aplikasi seperti dua puluh untuk akun Facebook, Instagram dan lainnya,” ungkap Sukri.
Lanjutnya, untuk lokasi pelaksanaan rapat umum dapat dilakukan di lapangan, stadion ataupun tempat terbuka lainnya.
Pada kesempatan ini Sukri juga menegaskan bahwa pelaksana atau Tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye.
“Jadi memang ada metode kampanye yang memberikan ruang untuk melakukan kegiatan lainnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tandas Sukri.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran dan Data Informasi, Bawaslu Sulbar, Muhammad Subhan yang memaparkan materi
Larangan dalam Kampanye dan Mekanisme Penanganan menyampaikan bahwa memang kegiatan seperti ini sangat penting dilakukan karena ada amanah di Undang-undang terkait pelaksanaan kampanye, pelaksanaan tatap muka dan pertemuan terbatas yang mengandung unsur pidana di dalamnya.
“Dan ternyata di pasal 309 dan seterusnya itu mengamanahkan yang dapat melakukan tindakan itu adalah PPS, PPK dan KPU,” bebernya.
Sementara itu kata Subhan, untuk tahapan kampanye yang belum dilaksanakan saat ini adalah rapat umum, iklan media massa cetak, elektronik dan internet.
“Untuk rapat umum nantinya akan ditetapkan oleh KPU yang kemungkinan pelaksanaannya dimulai pada 21 Januari sampai dengan 10 Februari 2024. Dan ini akan membutuhkan tenaga ekstra bagi teman-teman pengawas terkait pelaksanaan rapat umum tersebut karena biasanya dalam pelaksanaan rapat umum banyak indikasi pelanggaran di dalamnya. Begitu juga untuk pemasangan iklan di media massa cetak, elektronik dan internet baru akan dimulai 21 Januari sampai 10 Februari 2024.
Ia pun meminta kepada para penyelenggara pemilu yang ada agar apabila menemukan pemasangan iklan di media massa sebelum tanggal yang telah ditentukan maka itu harus dijadikan temuan karena kategorinya sudah masuk tindak pidana dan jelas bahwa telah melakukan kampanye di luar masa kampanye yang ditentukan untuk di media massa.
Subhan juga membeberkan apa-apa saja yang kemudian dilarang pembagian bahan kampanye. Pertama tafsiran harganya dibawa Rp.100.000. Selanjutnya dilarang ditempelkan di tempat umum seperti tempat ibadah dengan kategori yaitu gedung tempat ibadah, halaman, serta pagar tempat ibadah itu sendiri.
“Kemudian rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, dengan parameter yaitu gedung, halaman serta pagar. Dan terkait APK ataupun BK yang kemudian ditempelkan di depan kantor pelayanan kesehatan itu diharapkan digeser. Karena ditakutkan dapat mengganggu pandangan bagi masyarakat,” ungkapnya.
Sementara untuk gedung fasilitas negara, tempat pendidikan juga meliputi gedung halaman dan pagar, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman serta pepohonan.
“Untuk pemasangan BK dan APK yang berada di tempat pendidikan atau tempat ibadah itu tidak membedakan antara milik pribadi, swasta ataupun negara,” tuturnya.
Dan untuk taman dan pepohonan yang dimaksud adalah taman dan pepohonan yang berada di pinggir jalan yang kemudian tidak dimiliki milik pribadi. Maka itu harus diidentifikasi. Demi keseragaman perlakuan pembersihannya.
“KPU telah menetapkan lokasi alat peraga kampanye atau zonasi. Dan untuk pemasangan BK ataupun APK yang di luar dari zonasi maka dapat dilakukan dengan perlakuan. Yaitu mengidentifikasi apakah tempat pemasangan BK atau APK itu adalah milik pribadi atau milik negara. Kalau itu adalah milik pribadi meskipun di luar dari zonasi maka tetap bisa dipasangi APK dengan ketentuan harus mendapat izin,” bebernya.
“Hal untuk kampanye pertemuan tatap muka dan pertemuan terbatas larangannya jelas yaitu ada di ada di pasal 280 ayat 1 yaitu mempersoalkan dasar negara, melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan, menghina seseorang, menghasut, mengadu domba, mengganggu ketertiban umum serta merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye. Dimana pidananya adalah setiap orang yang melakukan pengrusakan atau melakukan menghilangkan alat peraga kampanye, maka ada konsekuensi pidananya,” bebernya kembali.
Sementara untuk perguruan tinggi pengecualiannya ada tiga, yakni mendapatkan izin dari perguruan tinggi, dilaksanakan pada hari Sabtu atau Minggu dan ketiga adalah tidak boleh memasang atribut.
Dari kesempatan ini Subhan juga menegaskan bahwa meski tidak dilarang, namun setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) dianjurkan untuk tidak ikut pada kampanye rapat umum atau kampanye terbuka. Alasannya kehadiran ASN pada kampanye terbuka rentan melanggar ketentuan netralitas ASN di Pemilu maupun Pilkada.
(Mutawakkir Saputra)