Aksi penolakan penahanan kader HMI Cabang Majene yang ditetapkan jadi tersangka, Kamis (7/10) di depan Mapolres Majene.
Majene, mandarnews.com – Aksi penolakan penganggaran videotron yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene pada Kamis (30/9) lalu di depan kantor Bupati yang diwarnai kericuhan antara massa aksi dan anggota Kepolisian Resor (Polres) Majene berbuntut panjang.
Setelah Polres Majene secara resmi menyampaikan bahwa tiga kader HMI ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (7/10) melalui konferensi pers karena dianggap melakukan pengeroyokan terhadap anggota Polres yang melakukan pengamanan aksi, kini kader HMI dan mahasiswa lainnya kembali menggelar aksi di depan Markas Polres Majene.
Aksi yang diwarnai pembakaran ban yang menimbulkan kemacetan ini menuntut agar teman – teman seperjuangan mereka dibebaskan.
Pengurus HMI Cabang Majene Mas Daud menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan merupakan aksi solidaritas yang meminta agar teman mereka dibebaskan dan tidak menerima keputusan Polres Majene yang menjadikan anggota mereka sebagai tersangka.
“Kami menolak keputusan Polres Majene karena yang pertama kali melakukan pemukulan justru anggota Polres Majene,” ujar Mas Daud.
Pihaknya juga akan terus melakukan aksi hingga teman seperjuangan mereka dibebaskan.
“Jika upaya audiensi yang dilakukan bersama Kapolres Majene belum diindahkan maka saya bersama rekan- rekan akan terus melakukan aksi, bahkan siap menempuh jalur hukum,” kata Mas Daud.
Hingga berita ini dimuat, perwakilan HMI, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Adi Ahsan, serta Kepala Polres Majene Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Febryanto Siagian sedang melakukan audensi.
Sementara itu, dalam aksi, deretan poster ditampilkan, mulai dari poster yang bertuliskan Cabut Kapolres Majene, Cabut Kasat Intel, serta beberapa poster lainnya yang dianggap menjadi aspirasi massa aksi.
Beberapa ban juga telah dibakar oleh massa aksi hingga membuat kemacetan, bahkan penutupan jalan poros di depan kantor polisi dilakukan. (Mutawakkir Saputra)
Editor: Ilma Amelia