Demo. Massa dari SPMM menggelar aksi demo di Tugu Pahlawan Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), Senin 19 Maret 2018.
Majene, mandarnews.com – Demo penolakan Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) dari Solidaritas Perjuangan Mahasiswa Majene (SPMM) diwarnai kericuhan, Senin 19 Maret 2018.
Kejadian itu bermula saat massa aksi melintas di depan Polres Majene dengan membawa keranda mayat dan ban bekas sebagai simbol protes revisi UU MD3. Tiba-tiba sejumlah polisi menghadang massa tersebut.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Nandha Chaedar mengatakan, polisi tersebut mempertanyakan surat pemberitahuan aksi. Selain itu, polisi juga berupaya merebut ban bekas tersebut. Massa SPMM mengaku telah memasukkan surat izin pemberitahuan di Polres Majene, Minggu 18 Maret 2018 sekira pukul 23.00 wita.
“Kami jawab sudah, kami juga membawa ban bekas untuk teaterikal aksi. Mau dibakar. Disitulah terjadi aksi saling dorong di depan Polres. Polisi yang duluan kemudian baku pukul. Belakang saya masih sakit,” kata Nandha.
Aksi saling dorong pun tak terhindarkan antara polisi dan massa aksi. Bahkan sempat terjadi aksi saling adu jotos. Nandha mengaku, ia dan Ketua Cabang GMNI Muid dan Jendlap aksi Sugiono dibawa ke Polres untuk diinterogasi.
“Kami diinterogasi persoalan surat menyurat. Jawaban kami, sudah menyurat kepolisian, namun pihak kepolisian membantah,” tegasnya.
Setelah negosiasi dengan Wakapolres Majene Kompol Arif, massa kembali melanjutkan aksi di Tugu Pahlawan tanpa ban bekas dengan pengawalan ketat polisi. Dalam aksinya, mereka menolak revisi UU MD3 dan mengecam tindakan refresif polisi.
Setelah itu, aksi kemudian dilanjutkan di depan Kantor DPRD Majene. Masih dalam tuntutan yang sama, massa silih berganti berorasi mengecam revisi yang dinilai menciderai demokrasi.
Meski demikian, aksi kembali memanas saat keranda mayat akan dibakar sebagai aksi teaterikal dari SPMM. Polisi yang siaga berupaya menggagalkan aksi itu hingga benturan antara massa dan polisi kembali terjadi.
“Ada teman kami yang dipukul atas nama Rijal di (depan) DPRD,” jelas Nandha.
Sementara itu, Kapolres Majene AKBP Asri Effendy membantah terjadi pemukulan terhadap mahasiswa. Asri menyebutkan, terjadi aksi tarik menarik saat ban bekas yang dibawa massa berusaha diamankan polisi.
“Kalau laporan (pemukulan) sih gak ada mas. Anggota kami mengamankan ban bekas tersebut saat melintas di depan Kantor Mapolres untuk menghindari gangguan Kamtibmas yang lebih lagi saat penyampaian aspirasi,” kata Asri.
Asri menyebutkan, aksi dari SPMM tidak memasukkan surat pemberitahuan sebelum menggelar aksi. Melainkan hanya memasukkan salinan selebaran yang dibagikan saat aksi tanpa pemberitahuan tempat dan teknis aksi tersebut.
“Namanya memberitahukan ya harusnya ada pemberitahuan aksi/penyampaian pendapat, kemudian bentuk aksinya seperti apa, kapan dan dimana aksinya, berapa jumlah peserta aksi dll. Bukan surat pemberitahuan aksi mas,” jelasnya.
Asri mengimbau mahasiswa yang akan menggelar aksi agar mengikuti aturan penyampaian pendapat di muka umum.
“Tidak pernah ada yang melarang penyampaian pendapat. Aturan dibuat untuk kepentingan dan ketertiban bersama,” tuturnya.
Tolak Revisi UU MD3
Aksi SPMM di Tugu Pahlawan berlangsung damai. Orator dari SPMM silih berganti menyuarakan penolakan UU MD3 oleh DPR RI. Jendlap aksi, Sugiono mengatakan, substansi dari revisi UU MD3 secara perlahan akan membunuh demokrasi, untuk itu revisi MD3 harus dibatalkan.
“Revisi UU MD3 mengancam kemurnian demokrasi, untuk itu kami menolak revisi UU MD3 ini,” ujar Sugiono.
Setelah menggelar aksi di depan Kantor DPRD Majene yang sempat diwarnai kericuhan, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. (Misbah Sabaruddin/ Irwan Fals)