Sebanyak 88 penghuni rumah dinas Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup pemerintahan Kabupaten Majene menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Pasalnya penghuni rumah tersebut tidak melunasi sewa rumah dinas yang mereka tempati.
Oleh karena itu, berdasarkan rekomendasi yang termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK RI, Jumat (5/6/2015) Majelis Permusyawaratan Tuntutan Ganti Rugi (MP TGR) melakukan sidang untuk mengembalikan uang daerah.
Rekomendasi BPK RI yang tertuang dalam LHP terdapat 88 penghuni rumah dinas yang tersebar di Majene. Seperti perumahan Lutang, Pasanggrahan, Pangali-ali, dan Kompleks perumahan Dispenda.
Namun tidak semua penghuni rumah yang menunggak pembayaran disidang, pasalnya penghuni yang masuk dalam LHP BPK RI melunasi sebelum sidang digelar.
Dalam sidang yang digelar, Kamis (30/12/2015) kemarin, sidang yang dipimpin oleh Syamsiar Muchtar menuntut para tertuntut untuk melunasi sisa sewa rumah yang belum dibayarkan.
Sidang yang digelar secara maraton ini menuai protes dari tertuntut. Pasalnya menurut mereka kesalahan bukan hanya ada pada tertuntut melainkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang kurang sosialisasi mengenai kenaikan tarif.
Seperti yang diungkapkan Hamri Kading, penghuni perumahan Lutang Blok A nomor 4. Ia menklaim bahwa ia telah melunasi tagihan sewa rumahnya sesuai tagihan yang dilakukan oleh kolektor dari Dispenda.
"Saya sudah lunasi tapi kenapa ditagih lagi? Katanya saya menunggak tapi saya tidak tahu menunggaknya dimana, kita langsung dipanggil untuk disidang untuk ditagih," kata pensiunan Dinas Pendidikan ini.
Hamri Kading juga menuding Dispenda kurang mensosialisasikan mengenai kenaikan tarif sewa sehingga penghuni tidak tahu mengenai hal tersebut.
"Kolektor juga tidak tertib dan tidak tepa waktu, mereka (kolektor) datang biasa pada bulan berikutnya sehingga sisa pembayaran yang belum dibayar menumpuk," katanya.
Selain itu, Hamri Kading mengeluhkan mengenai perawatan rumah dinas. Menurutnya tidak semua penghuni rumah dapat perawatan dari pemerintah.
"Saya tidak pernah dapat perawatan sedangkan yang lain dapat, mestinya saya juga dapat karena tarif sewa rumah dinas itu sama," katanya.
Dari pemantauan wartawan Mandar News, hampir semua tertuntut senada dengan Hamri Kading mengeluhkan pelayanan dari Dispenda. Seolah tak berdaya saat disidang, sebelumnya mereka protes dalam persidangan mengenai tuntutan ganti rugi namun pada akhirnya tetap menyetujui mengembalikan tuntutan ganti rugi.
Dari hasil persidangan, mereka menandatangai Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) sebagai hasil sidang.
Kabid Pajak pendapatan dan retribusi daerah, Dispenda Majene, Darwis S.STP dalam persidangan mengatakan bahwa Kadispenda, Inindria tidak turut hadir dalam persidangan karena saat ini menjalani perawatan karena sakit.
Piminan sidang MP TGR, Syamsiar Muchtar mengakui masalah tunggakan pembayaran sewa rumah dinas ini karena kurang sosialisasi. Menurutnya, peralihan antara Perda lama dengan tarif lama dan Perda baru dengan tarif baru tidak tersosialisasi dengan baik karena stakholder tidak dilibatkan.
"Seharusnya waktu pembuatan perda ini penghuni diundang, bicaralah dari hati ke hati," kata Syamsiar.
Menurut Syamsiar, sidang MP TGR harus tetap dilanjutkan karena masalah ini merupakan temuan BPK RI. Perda baru dengan tarif baru ada tapi tidak dijalankan, setelah dihitung ternyata selisi karena penghuni membayar dengan tarif lama.
Dalam sidang hingga pukul 13.00 kemarin, MP TGR telah melakukan sidang terhadap 15 tertuntut. Hasil dari persidangan tertuntut diberi dua pilihan mengganti kerugian daerah, dengan cara kontan dengan diberi waktu 10 hari atau dengan cara cicil dengan tenggat waktu 60 hari.
Pada pengembalian dengan cara cicil, tertuntut diwajibkan memasukkan barang jaminan minimal seharga dengan tagihan. Dalam waktu yang diberi oleh MP TGR, maka barang yang dijadikan sebagai jaminan akan dilelang. Apa bila hasil lelang lebih dari jumlah tagihan maka selebihnya akan dikembalikan kepada tertuntut. (Irwan)