Peraturan Bupati Nomor 4 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pilkades Serentak 2023.
Majene, mandarnews.com – Pemerintah Kabupaten Majene telah secara resmi mencabut Peraturan Bupati Nomor 4 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pilkades Serentak.
Pencabutan Perbup tersebut dituangkan ke dalam Perbup Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencabutan Perbup Majene Nomor 4 tahun 2023, Senin (12/6/23).
Meski demikian, Dosen Hukum Universitas Sulawesi Barat S.Muchtadin Al Attas,S.H.,M.H mengatakan bahwa hal tersebut menyisakan banyak kesalahan.
Kesalahan pertama kata Dosen Hukum Unsulbar tersebut, berdasarkan Perbup 4 tahun 2023, tahapan dari tanggal 28 Mei sampai 8 Juni 2023 adalah pemberitahuan jadwal Pilkades. Itu harus dilaksanakan, karena harus taat pada peraturan, bukan dengan cara mengeluarkan surat pernyataan menunda Pilkades.
“Sekarangkan sudah ada pencabutannya dengan Perbup Nomor 10 Tahun 2023. Memang betul, tapi Perbup 10 tahun 2023 mulai berlaku tanggal 12 Juni 2023 dan hal itu tidak menghapus kesalahan tidak menjalankan Perbup Nomor 4 Tahun 2023 dan membiarkan Kabupaten Majene berada dalam keadaan recht vacuum atau bahkan anomie selama 15 hari. Dimana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip kepastian hukum pada Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB),” jelas Muchtadin.
Kesalahan kedua lanjutnya, Pemda selalu berdalih bahwa penundaan Pikades ini dilakukan karena ingin menjaga kondusifitas dan stabilitas keamanan.
“Sungguh mulia. Hal ini tentu menunjukkan sayangnya Pemda Kabupaten Majene kepada masyarakat Majene. Sampai-sampai melupakan yang mempunyai tanggungjawab menjaga stabilitas keamanan bukan hanya Pemda melainkan ada lembaga lain yakni kepolisian yang menyatakan selalu siap menjaga keamanan di wilayah hukumnya masing-masing,” kata Muchtadin.
Dosen Hukum yang sekaligus Ketua senat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsulbar ini menyebut, kepentingan yang harus dipenuhi Pemda seharusnya adalah kepentingan negara.
Kepentingan negara menghendaki sirkulasi kekuasaan berjalan lancar, agar pembangunan desa dapat terus berjalan. Bukan mengandalkan penjabat PNS yang tentu sangat patuh dan taat Pejabat Pembina Kepegawaiannya. “Kamu yakin ini kepentingan umum ?,” tanya Muchtadin.
Dan kesalahan ketiga yang Muchtadin sebut adalah Perpub Nomor 4 Tahun 2023 dicabut dengan Perbup Nomor 10 Tahun 2023.
Dosen Hukum lulusan Universitas Airlangga (S2) menjelaskan, pada konsideran menimbang huruf a, dijabarkan bahwa pencabutan Perbup Nomor 4 tahun 2023 itu karena dianggap bertentangan dengan Pasal 4 ayat (3) Perda Nomor 6 Tahun 2019 yang mengatur bahwa “Waktu pelaksanaan Pilkades serentak ditetapkan oleh Bupati melalui Keputusan Bupati”.Â
“Hal ini berarti Pemda Kab. Majene salah karena mengeluarkan Perbup Nomor 4 Tahun 2023. Karena yang diperintahkan Perda itu melalui Keputusan Bupati bukan Peraturan Bupati,” imbuhnya.
Dan kesalahan keempat yang disebut oleh Muchtadin adalah bahwa sebelum Perda Nomor 6 Tahun 2019 diundangkan, telah dikeluarkan Permendagri Nomor 65 Tahun 2017 sebagai perubahan Permendagri 112 Tahun 2014 yang seharusnya menjadi rujukan dalam pembuatan Perda a quo. Pada Pasal 4 ayat (3) mengatur Ketentuan lebih lanjut mengenai Interval waktu Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota.
“Hal ini berarti Perda nomor 6 Tahun 2019 juga keliru dengan mencantumkan dengan keputusan bupati. Tindakan Bupati Majene dengan menerbitkan Perbup Nomor 4 Tahun 2023 justru bersesuaian dengan Permendagri. Adapun dalih yang mengatakan, waktu itukan bukan pejabat yang sekarang. Memang betul pejabat berganti, tapi jabatan bersifat tetap. Yang bertanda tangan adalah memang tangan pejabat, tapi wewenang berasal dari jabatan,” jelas Ketua Pusat Studi Anti Korupsi dan Kebijakan Hukum Unsulbar tersebut.
Sementara kesalahan kelima, Muchtadin menyebut Pemda memang memiliki kewenangan penuh untuk menentukan sistem pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa. Apakah akan dilaksanakan secara serentak atau bergelombang (dalam perda memakai istilah bertahap). Yang menjadi ruang lingkup pengaturan Pasal 4 ayat (3) Perda Nomor 6 Tahun 2019 adalah Pilkades secara bertahap/atau bergelombang, bukan Pilkades serentak sebagaimana judul dari Perbup Nomor 4 Tahun 2023.
“Hal ini tentu melahirkan pertanyaan, apakah ratio legis dari pengaturannya memang menghendaki pemilihan serentak atau bergelombang? Jika kita berdasar pada alasan pencabutannya maka niatnya adalah untuk Pilkades secara bergelombang. Cuman menjadi lucu karena Perbub nomor 4 mengatur Pilkades Serentak. Oleh karena itu, alasan dasar pencabutan dengan menggunakan Pasal 4 ayat (3) merupakan alasan yang mengada-ada dan tidak berdasar hukum,” tandasnya kembali.
Lebih jauh ia menuturkan, kesalahan keenam
Hukum asal Pilkades itu dilaksanakan serentak (silahkan baca perda dan Permendagri).
“Normanya berbunyi seperti ini ‘Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak/dihari yang sama di seluruh wilayah Kabupaten’. Pemda Majene telah menunjukkan niat untuk melaksanakan Pilkades secara serentak. Sehingga tidak perlu mempertimbangkan alasan Pilkades bergelombang. Pasal 4 ayat (1) Perda Nomor 6 tahun 2019 Jo. Pasal 4 Ayat (1). Permendagri 65 Tahun 2017 mengatur Pilkades dapat dilaksanakan secara bertahap/bergelombang dengan mempertimbangkan :
a. Pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa di wilayah kabupaten;
b. Kemampuan keuangan; dan/atau
c. Ketersediaan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kabupaten yang memenuhi persyaratan sebagai penjabat Kepala Desa,” imbuhnya.
“Lagi pula dengan 43 desa dari 62 desa yang ada di Kabupaten Majene, yang secara hukum patut melaksanakan Pilkades masih berpikir untuk menunda adalah kekurang pekaan yang melampaui batas dan hal ini adalah ketidakcermatan yang keempat. Tapi bukan yang terakhir. Masih banyak ketidakcermatan yang lain yang akan dijelaskan oleh para orang-orang hebat yang ada di Kabupaten Majene,” tutupnya.
(Mutawakkir Saputra)