
Penulis : Darmin Dina, SST., M.Kes.
(Dosen STIKES Bina Bangsa Majene)
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals atau MDG’s (goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas, dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat, baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
Untuk menurunkan kematian karena diare, perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011). Balita adalah semua anak termasuk bayi yang berusia 0 sampai menjelang 5 tahun (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan data prevalensi diare dalam Riset Kesehatan Dasar 2017 yaitu pada Provinsi Papua sebanyak 9.0%, DKI Jakarta sebanyak 6.7%, Sulawesi Selatan sebanyak 3.9%, dan Sulawesi Barat sebanyak 4.5% (Riskesdas, 2017).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Majene tahun 2019, angka kejadian diare pada anak balita sebanyak 5181 anak, pada tahun 2020 angka kejadian diare pada anak balita sebanyak 3935 orang, dan pada tahun 2021 mulai dari bulan Januari sampai April sebanyak 984 anak (Dinkes Majene, 2021).
Dari data tersebut didapatkan bahwa Puskesmas Totoli mencatat paling tinggi kejadian diare pada anak balita. Pada tahun 2019, jumlah penderita sebanyak 1087, sedangkan pada tahun 2020 sebanyak 753 orang, dan pada bulan Januari sampai April tahun 2021 sebanyak 161 orang.
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Totoli kecamatan Banggae Kabupaten Majene Tahun 2022. Penelitian dimulai dari tgl 18 Februari– 18 Maret 2022. Penelitian yang digunakan adalah observasi dengan menggunakan pendekatan studi “cross sectional study”, dimana data yang menyangkut variabel independen dan dependen diteliti dalam waktu yang bersamaan kemudian diolah dan dilakukan analisis.
Dalam penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang memiliki balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene sebanyak 1.971 orang.
Sampel adalah semua ibu balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli dengan memeriksakan anaknya sebanyak 58 responden dan tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Accidental sampling yaitu sampel diambil dari responden atau kasus yang kebetulan berkunjung pada saat penelitian.
Data primer diperoleh secara langsung pada sumber berupa informasi yang menyangkut variabel penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene yaitu data jumlah anak balita, dan data penderita diare.
Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisa untuk menguji faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene dengan menggunakan uji Chi-Square.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square pada penelitian ini diperoleh nilai p = 1, 000 dengan taraf signifikan α = 0,05, yang berarti p > α. hal ini menunjukkan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene tahun 2022.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square pada penelitian ini diperoleh nilai p = 0,670 dengan taraf signifikan α=0,05 yang berarti p > α. hal ini menunjukkan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada hubungan antara konsumsi air minum dengan kejadian diare pada anak balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Tahun 2022.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi Square pada penelitian ini diperoleh nilai p = 0,426 dengan taraf signifikan α=0,05 yang berarti p > α. hal ini menunjukkan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada hubungan antara susu formula dengan kejadian diare pada anak balita yang berkunjung di Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Tahun 2022.
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Totoli Kecamatan Banggae Kabupaten Majene, didapatkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak balita. Ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunardi yakni terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap responden dengan kejadian diare pada anak balita.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan Sunardi karena disamping perbedaan karakteristik pada kedua sampel penelitian, dimana pada penelitian ini penggolongan pengetahuannya hanya dua yaitu tinggi dan rendah sedangkan penggolongan pengetahuan pada penelitian Sunardi ada tiga yaitu baik, cukup dan kurang.
Pada Puskesmas Totoli khususnya ibu memang memiliki pengetahuan Tinggi (50%) mengenai diare karena dari anak balita yang mengalami kejadian diare pekerjaan orang tua anak balita diantaranya 3 orang Petugas kesehatan tetapi masih ada anak balita mengalami diare yaitu (15,5%).
Itu disebabkan karena faktor lain seperti kurangnya sosialisasi antara ibu dengan penjaga anaknya, dan pekerjaan ibu. Ibu pergi kerja, anak ditemani oleh pengasuh dirumah, menitipkan anaknya di rumah tante atau nenek yang menjaga anak dirumah bahkan yang datang mengantar berobat di Puskesmas bukanlah orang tua kandung.