Kepala Staf Presiden, Dr. Moeldoko saat pimpin rapat koordinasi Sistem Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa Selama Masa Pandemi COVID -19 melalui video conference. Foto: KSP
Jakarta – Pandemi corona berdampak pada kualitas kesehatan mental masyarakat akibat kehidupan sehari-hari menjadi serba tidak menentu. Banyak aktivitas rutin yang harus disesuaikan, bahkan dihentikan sementara waktu akibat kebijakan tinggal di rumah dan bekerja secara jarak jauh.
Terlebih dengan banyaknya kabar buruk dan rumor yang serba tidak pasti kebenarannya. Hal itu kegelisahan yang semakin mengganggu, berujung kepada keputusasaan dan stres. Kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang sederhana di masa berjangkitnya virus corona ini.
“Orang yang mulai terganggu dengan kegelisahan harus didampingi dan dibimbing oleh ahli yang mengerti, sehingga tidak berakhir pada kondisi yang lebih parah, melebihi masalah akibat virus corona itu sendiri,” papar Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko dalam rapat mengenai Sistem Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa Selama Masa Pandemi Covid-19 di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (21/4).
Terkait hal tersebut, Kantor Staf Presiden (KSP) berinisiatif untuk membuat sistem layanan nasional untuk kesehatan jiwa. “Saya menginginkan adanya satu sistem layanan nasional yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan pendampingan,” ujarnya.
Moeldoko juga menjelaskan, masalah kesehatan jiwa selama masa pandemi covid-19 mendapat perhatian dari presiden dan menjadi pembahasan dalam rapat terbatas. “Kita seharusnya tidak mengabaikan dampak kesehatan mental dari wabah ini. Ada banyak ketakutan dan kecemasan dan itu dapat mendorong perilaku yang merugikan diri sendiri.”
Nantinya layanan kesehatan mental tersebut mencakup tiga langkah strategis yaitu edukasi publik, konsultasi awal dan pendampingan. Edukasi publik mengenai kesehatan mental kepada publik melalui sarana konten website, press conference di media center, webinar berkala di YouTube Gugus Tugas, SMS Blast dan infografis untuk disebar melalui jaringan WAG serta media sosial.
Kemudian, untuk konsultasi awal psikologi yang dapat diakses publik melalui kanal chatbot, layanan telemedicine, call center, dan aplikasi. Untuk upaya ini dibutuhkan tim psikologi bertugas menjawab panggilan 24 jam dan perlu ada shift bertugas dari tim psikolog.
Selanjutnya, pada upaya pendampingan dilakukan terhadap masyarakat atau pasien yang membutuhkan konsultasi secara berkala. Untuk tahap ini dilakukan dengan perjanjian dengan psikologi via telepon atau vicon meeting. Khusus kasus KDRT, HIMPSI dapat bekerja sama dengan Kementerian PPA.
Moeldoko mengajak berbagai pihak untuk dapat berkontribusi bersama dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan jiwa masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Gugus Tugas HIMPSI untuk COVID-19 Dr. Andik Matulessy MSi, menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan tenaga psikolog akan memberikan training of trainer (ToT) dan para relawan dari kalangan mahasiswa Fakultas Psikologi yang akan mendukung program ini.
Menurut Andik, sudah tersedia Standard Operation Procedure (SOP) pelayanan konsultasi secara berjenjang dan panduan konten untuk konsultasi. “Kita akan menggunakan hotline dan aplikasi.”.
Sedangkan, Dirjen Aptika Kominfo Sammy Pangarepan, menyarankan, untuk jangka pendek bisa memanfaatkan call centre dengan kesiapan operator yang tersambung secara jarak jauh. Kemudian, untuk langkah berikutnya perlu dibuatkan aplikasinya agar alurnya lebih teratur.
Sementara itu, Direktur Infomedia Nusantara, Riri menjelaskan ada dua hotline yang dapat digunakan yaitu 119 dan 117. Pada saluran 119 sekitar 60 persen penelpon menanyakan mengenai covid-19. Karena itu, kiranya perlu menyiapkan dan memaksimalkan layanan call centre baik 119 atau 117 dengan membuat fitur layanan psikologi.
Menanggapi hal tersebut, Moeldoko mengatakan memang perlu kolaborasi dari berbagai pihak untuk membentuk ekosistem yang bisa digerakkan dalam menangani masalah kesehatan mental masyarakat akibat pandemi covid-19 ini. (KSP)