Masjid Hagia Sofia. Sumber: facebook.com/theviralnews
Hari ini Jumat, 24 Juli, Sholat Jumat pertama sejak pemerintah Turki resmi mengembalikan status Hagia Sophia/ AyaSofya menjadi Mesjid sebagaimana di zaman Kekhalifan Utsmaniyah. Pro dan Kontra datang dari seluruh dunia, utamanya dari negara negara Eropa (Yunani) dan Amerika. Dari Paus hingga UNESCO/PBB ikut memberikan kritikan akan hal ini. Aspek sejarah dan politik adalah aspek yang paling banyak dibahas media media internasional.
Sebagai seorang yang mempelajari Bisnis Pariwisata, kami mencoba membahasnya dari kacamata ini.
Dalam bisnis Pariwisata salah satu hal terpenting adalah promosi, negara-negara yang paham pariwisata akan menyediakan dana yang massif untuk kegiatan promosi. Indonesia misalnya, sejak tahun 1990an dengan anggaran yang besar membuka kantor kantor perwakilan promosi pariwisata Indonesia di Negara-negara maju seperti Australia, Amerika, Jerman dan negara lainnya. Usaha promosi merupakan proses yang mahal dan berkelanjutan namun merupakan tulang punggung pembangunan pariwisata.
AyaSofya dalam beberapa hari terakhir mendapatkan porsi promosi gratis, mulai dari trending #1 dunia di media social, di media media mainstream, baik pro dan kontra, semuanya merupakan promosi gratis yang jika dinilai dengan nilai ekonomi, nilainya tidak terhingga. Sementara salah satu prinsip promosi adalah “there’s no such thing as a bad publication”, jadi terlepas pendapat anda setuju atau tidak tentang perubahan ini, anda telah membantu mempromosikan AyaSofya dan Turki secara umum karena tidak semua orang paham politik, tahu sejarah, namun semua orang merupakan pasar potensial bisnis pariwisata.
Selama ini AyaSofya hanya dilihat sebagai sebuah museum warisan budaya dunia, hanya merupakan satu dari sekian banyak tourist attractions di Istanbul. Namun sekarang perubahan tempat ini menjadi trending place, topik dunia, dan akan terus dibahas untuk beberapa hari ke depan.
Salah satu pendapat kontra perubahan ini ialah AyaSofya kehilangan pendapatannya dari tiket mask Museum dan pengunjungnya menjadi ekslusif, hanya untuk umat Islam. Namun ternyata pemerintah tetap membolehkan pengunjung dari latar belakang apapun. Sementara dari segi pendapatan, harga tiket yang setara dengan $15 atau Rp.210.000an per orang bukanlah suatu kehilangan yang berarti dengan pendapatan yang akan didapatkan dari pengunjung yang akan terus bertambah dengan penjelasan sebagai berikut: Pertama, karena sekarang sudah gratis masuk, maka pengunjung akan semakin banyak, khususnya wisatawan international, dan setiap wisatawan ini pasti membutuhkan transport, tempat tinggal, tempat makan dan lain lain. Kedua, salah satu target pasar baru bagi AyaSofya sebagai Mesjid dan Simbol sejarah adalah umat Islam yang melek sejarah dan mengikuti trending dunia, paket umrah pun akan lebih terdongkrak karena menjadikan tempat ini sebagai salah satu tempat persinggahan paket. ketiga, wisatawan non-muslim dari Eropa dan Amerika pun akan menjadi pasar yang terdongkrak karena pemberitaan yang massif, rasa curiosity yang timbul akibat pemberitaan akan membuat mereka mencari lebih jauh informasi sejarah dan mengunjungi tempat ini. Terakhir ialah di Masa Pandemic ini, negara negara lain sibuk mengurusi Virus Covid 19, dana dan tenaga mereka tercurah ke dalam negeri baik untuk penanganan Covid19 ataupun ekonomi yang terhantam keras, promosi pariwisata tidak menjadi sesuatu yang prioritas, banyak Negara yang memotong bahkan menghilangkan budget Pariwisata mereka, namun Turki mendapatkan durian runtuh dari promosi gratis AyaSofya. Ya, menurut pendapat kami Kontroversi Hagia Sophia adalah strategi jitu bisnis Pariwisata di tengah Pandemic.
New Orleans, 24 Juli 2020