Tanda Tangan. Bupati Majene, Fahmi Massiara dan Ketua DPRD Majene, Darmansyah melakukan penandatangan KUA-PPAS 2018 di Ruang Persidangan DPRD, Jumat 29 September 2017.
Majene, mandarnews.com – Asumsi defisit keuangan yang dialami Pemerintah Daerah (Pemda) Majene mencapai Rp 100 lebih. Menurut Kepala Bidang Anggaran Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Majene, Kasman, awalnya defisit itu bersumber dari utang tahun 2016 berdasarkan laporan keuangan sebanyak Rp 95 miliar.
Kemudian ditambah lagi Rp 8,8 miliar pengurangan anggaran dari pusat tahun 2017. Khusus untuk utang Rp 95 miliar, pusat telah menetapkan dalam APBN akan dibayarkan Rp 29 miliar tahun ini. Jadi sisa Rp 66 miliar.
Untuk menutupi defisit tersebut, Pemda melakukan pemotongan anggaran kegiatan pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dua kali. Pertama melakukan pemotongan 10 persen dengan target Rp 22 miliar. Tapi cara itu tidak maksimal karena realisasinya hanya Rp 7 miliar. Kemudian dilakukan pemotongan lagi sebanyak 35 persen dengan target 61 persen lebih. Lagi-lagi itu tidak maksimal.
- Baca kumpulan berita tentang : Defisit Majene
Pemotongan pertama dan kedua yang terealisasi hanya sekitar Rp 35 persen dari target Rp 61 miliar lebih. Menurut Kasman, sisa dua OPD yang belum masuk datang pemotongan anggaran. OPD itu adalah Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan dan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang belum masuk.
“Jadi sekitar kurang lebih sampai Rp 35 miliar lagi harus dicari,” kata Kasman, Jumat 29 September 2017.
Pemotongan anggaran yang dilakukan dua kali yang tidak maksimal membuat Pemda berencana melakukan pinjaman uang ke perbankan. Dalam hal ini Bank Sulselbar.
Kasman menjelaskan, kemampuan keuangan Majene tergolong rendah. Defisit harus berada pada angka 2,5 persen dari APBD. Hal ini bisa ditutupi melalaui pinjaman ke Bank Sulselbar. Namun Pemda hanya bisa melakukan pinjaman sebanyak 2,48 persen dari jumlah APBD atau sekitar Rp 22 miliar.
Menurut Kasman, rencana ini akan dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Olehnya itu, Pemda harus melalui beberapa tahapan. Salah satunya dengan meminta persetujuan DPRD.
“Prinsipnya (DPRD) setuju tapi sepertinya masih akan dilakukan rapat dengan seluruh anggota dewan lagi. Lalu ditanda tanganlah itu persetujuan,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Majene, Darmansyah menolak rencana Pemda tersebut karena akan menambah beban keuangan. Tapi rupanya rencana itu telah disahkan dan tercantum dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2018 rencana peminjaman itu. Menurut Darmansyah, rencana ini diserahkan sepenuhnya ke Kemendagri.
“Yang jelas kami serahkan ke Kemendagri persoalan ini. Kalau misalnya dia (Kemendagri) setuju, dia bilang silahkan (maka akan dilakukan pinjaman),” kata Darmansyah saat ditemui setelah penyerahan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) 2017 di DPRD.
- Berita sebelumnya : Ketua DPRD Tolak Rencana Pemda Pinjam Uang Tutupi Defisit
Meski demikian, masalah keuangan Pemda tak sampai disitu. Sejumlah potensi defisit akan kembali bertambah dengan asumsi sekitar Rp 82,2 miliar karena beberap hal. Diantaranya, kekurangan transfer dana dari pusat Rp 8,8 mliar, Dana Bagi Hasil (DBG) yang ditetapkan dalam APBD 2017 sebanyak Rp 18 miliar ternyata kurang Rp 3 miliar.
Kekurangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada OPD sebanyak Rp 3,2 miliar, penggajian bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang diangkat jadi CPNS sebanyak Rp 1 miliar dan kenaikan gaji anggota DPRD sebanyak Rp 1,2 miliar. Jadi Rp 66 miliar ditambah Rp 16,2 miliar totalnya sekitar Rp 82,2 miliar.
“Itu angka-angka sementara semua.(Ini) perkiraan sampai dengan akhir tahun,” jelas Kasman.
Kasman mengeluhkan, pemerintah pusat membuat aturan baru dengan menaikkan gaji anggota DPRD dan pengangkatan CPNS tanpa ada tambahan transfer dana. Hal itu membuat APBD terbebani dan menambah defisit.
“Kita diberikan lubang tidak dikasi uang. Tentu menambah defisit karena kita mau bayar tapi uangnya kan tidak ada. APBD disuruh bayar,” keluhnya.(Irwan Fals)