
(Dari kiri ke kanan) Komisioner KPU Polewali Mandar, Rudianto, Munawir Arifin, dan Andi Rannu.
Polewali Mandar, mandarnews.com – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Polewali Mandar untuk lebih memerhatikan segmen pemilih ibu-ibu dan pemilih pemula.
“Soal sosialisasi, pemilih itu ada beberapa segmen, salah satunya kelompok ibu-ibu yang acuh tidak acuh karena memiliki paradigma soal politik uang, berikan pencerahan bagi mereka,” kata Wakil Ketua JPPR Polewali Mandar, Ismail, dalam Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Penyusunan Laporan Evaluasi Pemilihan Tahun 2024 di aula Kantor KPU Polewali Mandar, Rabu (19/2/2025).
Tampak dalam FGD tersebut, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Polewali Mandar, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Liaison Officer (LO) dari empat pasangan calon (paslon) peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), serta media.
Lebih lanjut Ismail menjelaskan, kalau perlu, rekrut dan edukasi segmen pemilih ibu-ibu agar menghilangkan paradigma tersebut.
“Selain itu, lebih masifkan sosialisasi kepada pemilih pemula. Jangan terlalu terfokus pada penyelenggara teknis, karena pemilih pemula yang rentan melakukan kesalahan,” ucap Ismail.
Tidak berbeda dengan Ismail, LO paslon nomor urut 4, Ilham Muslimin, berharap agar KPU Polewali Mandar rutin melaksanakan sosialisasi.
“Lebih sering sosialisasi di luar tahapan pemilihan, jangan hanya mendekati pemilu,” tutur Ilham.
Kepala Divisi (Kadiv) Sosialisasi Pendidikan Pemilih (Sosdiklih), Sumber Daya Manusia (SDM), dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) KPU Polewali Mandar, Andi Rannu, membeberkan kalau pihaknya sebagai penyelenggara teknis juga dituntut secara sporadis, seperti penyebarluasan informasi pemilihan dan pendidikan pemilih untuk meningkatkan partisipasi.
“Sebab itu, kami merasa terbantu dengan terbentuknya badan ad hoc yang selain mengurus permasalahan teknis juga menyosialisasikan pemilu ke masyarakat,” tukas Andi Rannu.
Ia pun mengutip pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, yang mengemukakan bahwa Pemilu beririsan dengan tahapan-tahapan Pilkada sehingga penyelenggara teknis masih fokus pada Pemilu dan kurang memerhatikan Pilkada.
Andi Rannu kemudian menerangkan tentang indeks partisipasi Pemilu yang diluncurkan oleh KPU RI 10 Februari lalu. Partisipasi dianggap tinggi jika di atas 77,5% atau participatory, sedang 60-77,5% atau engagement, dan rendah di bawah 60% atau involvement.
“Dari 514 satker di seluruh Indonesia, 319 masuk dalam kategori involvement, 172 engagement, dan 23 participatory,” beber Andi Rannu.
Ini, tambahnya, menunjukkan bila partisipasi masyarakat di pemilu sedang tiarap-tiarapnya. (ilm)